بسم
اللّه الرّ حمن الرّ حيم
Ustad Abu Rusydan Menjawab
(Terhadap Pemilu dan Demokrasi )
الحمد للّه وحدة ، والصّلا ة والسّلا م على من لا نبيّ بعد
ه ، وعلى اله وصحبه ومن و لاه .
Dalam
menjawab masalah ini, demokrasi dan seluruh perangkat pendukungnya kita
berangkat dari firman Allah SWT:
قل
لا يستوي الخبيث والطيب ولو أعجبك كثرة الخبيث فاتقوا الله يا أولي الألباب لعلكم تفلحون
“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Tidak sama yang
buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka
bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan””. (Al-Maidah: 100)
Jadi yang perlu dipahami adalah
bahwa tidak sama antara al-khobits (keburukan) dengan at-thoyyib
(kebaikan). Demokrasi itu al-khobits, Al-Islam itu at-thoyyib,
jelas tidak akan pernah sama dan tidak boleh dipertemukan. Demokrasi itu adalah
al-khobits, syuro syar’i itu at-thoyyib. Jadi ini tidak
boleh dipertemukan, tidak sama.
Mempertemukan, menggabungkan dua
persoalan ini berarti sama dengan melanggar larangan
ولا
تلبسوا الحق بالباطل ....
“ janganlah mencampuradukkan antara
yang haq dengan yang bathil…” (Al-Baqarah:42).
Ini masalah besar
Jadi, kalau kita melihat demokrasi
itu sendiri adalah “akhbatsul khobaaits”, sekotor kotornya kotoran. “Adzlamudz-dzul”,
segelap-gelapnya kegelapan. “Ankarul munkar”, semungkar-mungkarnya
kemungkaran.
Karena apa, satu perkara yang
merupakan kejahatan paling besar dari demokrasi yaitu
إعطاء
السطات الشّريع العليا لغير اللّه عزّ وجلّ
Memberikan kekuasaan tertinggi
membuat undang-undang kepada selain Allah ِAzza
Wajalla.
Sementara Allah SWT berfirman:
أفحكم
الجاهلية يبغون ومن أحسن من الله حكما لقوم يوقنون
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki?
dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang
yakin?” (Al-Maidah:50)
Jadi yang berhak untuk membuat
undang-undang dan hukum bagi kehidupan umat manusia, membuat syari’at, itu
Allah SWT. Sementara demokrasi menyerahkan kekuasaan tertinggi membuat
undang-undang, membuat syari’at, membuat tatanan untuk kehidupan manusia itu
kepada selain Allah SWT.
Oleh karena itu demokrasi, dalam
hubungan dengan masalah ini, jelas merupakan syirkun akbar, syirik
terbesar. Jadi barang siapa yang kemudian terlibat di dalam demokrasi itu ada
beberapa tingkatan tentunya.
Yang pertama, adalah siapapun yang ridho terhadap demokrasi, baik ia
terlibat atau tidak terlibat dalam kegiatan dan syi’ar-syiarnya, tetapi dia
ridho terhadap demokrasi maka dia termasuk orang yang ridho terhadap syirik
akbar. Orang yang ridho terhadap syirik akbar, maka dia terlibat pada
kesyirikan. Dan itu “yakhruju minal Islam”, jelas keluar dari Islam.
Siapa yang ridho.
Kedua, ialah siapa yang melakukan kegiatan dalam hubungan dengan
demokrasi, sementara dia tidak ridho, dia menolak tetapi dia ikut kegiatan,
hatta dia hanya sekedar melipat kertas suara atau mengangkat kotak suara,
maka “amaluhu haromun wa roohibuhu harom”. Maka pekerjaan terlibat
urusan demokrasi itu pekerjaan yang haram, kalau dia menerima uang maka itu
gaji atau bayarannya itu haram. Tetapi kita tidak mengkafirkan untuk golongan
yang kedua.
Adapun masyarakat umum, rakyat
jelata, “amatul muslimin” dalam hubungan dengan Indonesia ya kita harus
menerangkan kepada tentang masalah ini. Kita tidak mengkafirkan mereka, tetapi
kita harus menjelaskan kepada mereka bahwa sebenarnya demokrasi itu syirkun
akbar, syirik yang paling besar. Ini dari segi persoalan syiriknya.
Dari segi praktik demokrasi,
disamping demokrasi itu syirik akbar, demokrasi itu juga jahat. Karena apa,
ketika para pengusung demokrasi mengatakan bahwa ‘vox populi vox dei’,
suara rakyat suara tuhan. Mereka mengatakan seperti itu. Itu pada dasarnya
mereka sedang melakukan satu manipulasi ya, jadi rakyat itu dihisap darahnya
selama lima tahun, kalau di Indonesia ya. Kalau di Amerika mungkin empat tahun
atau dimana lagi ada berapa, tiga tahun enam tahun dan sebagainya.
Tapi kemudian mereka pada hari,
mereka katakan apa ya, bulan-bulan pemilu katakanlah semacam itu, mereka hanya
diberi topi, diberi baju, mungkin diberi uang ketika hari mencoblos mungkin ya.
Tapi itu tidak cukup, hanya mungkin lima puluh ribu seratus ribu sudah hebat ya
kan? Sudah banyak sekali. Tetapi itu tidak seimbang dengan apa yang akan
dihisap dari darah rakyat selama lima tahun atau empat tahun atau sekian tahun.
Jadi sekali lagi, demokrasi dari
pandangan apapun, disamping syirik akbar, demokrasi juga merupakan suatu hal
yang jahat. Dan praktik demokrasi di Amerika sendiri, dedengkotnya demokrasi,
itu juga sudah tidak lagi dipercaya orang untuk mampu membahagiakan kehidupan.
Ada satu buku bagus, ‘Democracy
Under Pressure’, itu bagaiman menjelaskan tentang kejahatan demokrasi di
Amerika. Dan itu bagus sekali kalau orang mau baca. Di Indonesia apa yang dia
dapatkan oleh rakyat dari demokrasi? Tidak pernah ada. Fakta telah menghasilkan
pemimpin dari ketua RT sampai kepada presiden merupakan orang-orang yang jahat,
orang-orang yang paling buruk memimpin negeri ini dengan demokrasi.
Jadi kalo harus ditegaskan hukumnya
ya ada tiga derajat itu tadi, siapa yang ridho dengan demokrasi, terlibat atau
tidak terlibat, maka dia telah terlibat pad syirik akbar dan itu yakhruju
minal Islam. Yang kedua, siapa yang ikut kegiatan walaupun tidak ridho dia
harus tidak ridho, ya. Kalo ridho ikut yang pertama, dia ikut kegiatan
demokrasi, apa namanya, pesta demokrasi atau apapun namanya, syetan bisa
memberikan nama apa saja. Itu dia kalau dia bekerja dalam urusan itu, maka
pekerjaannya itu haram. Kalau dia menerima uang maka uang yang diterima itu
haram, tapi kita tidak mengkafirkan mereka.
Syubhat (kebingungan) yang dicoba
untuk ditanamkan kepada masyarakat (yang haramkan memilih anggota legislatifnya
tetapi jika memilih presidennya apakah juga haram???). Bahwa lembaga
pembuat undang-undang itu adalah legislatif saja, padahal kalau kita teliti,
ada satu kerja sama antara legislatif dan eksekutif ( presiden atau kepala
daerah).Yang pada kenyataannya ada juga kepres, peraturan pemerintah, atau apa
lagi namanya juga merupakan bagian dari undang-undang yang harus ditaati, yang
kesemuanya itu mereka tidak perlu untuk berunding dengan siapapun untuk membuat
peraturan tersebut. Itu syubhat yang pertama.
Syubhat yang kedua Rakyat
atau kaum muslimin dalam hal ini, itu hanya boleh memilih pemimpin (pimpinannya
atau apapun namanya) yang kerjanya hanya untuk melaksanakan hukum Allah Ta’ala
saja, bukannya memilih pemimpin untuk membuat hukum yang menandingi hukum Allah
Azza wajalla (apalagi menggantikan hokum Allah Ta’ala).
Oleh karena itu, kembali pada
persoalan yang pertama; jika mereka ridho dengan sistem itu maka ia telah
keluar dari millah Islam. Jika dirinya tidak ridho, akan tetapi ikut terlibat
dalam kegiatan sistem itu maka pekerjaannya adalalah haram dan uang yang mereka
terima juga jadi haram. Akan tetapi kebanyakan masyarakat awam kita melihat
banyak yang tidak mengetahui akan hal ini, dan yang mengetahui persoalan ini wajib
menjelaskan ke-masyarakat menurut ketentuan Allah Ta’ala.
Jika yang dimaksudkan itu adalah
ingin menegakkan sebuah sistem selain sistem islam, maka cara yang ditempuhnya-pun
bisa bermacam-macam dan apa saja. Akan tetapi jika yang diinginkan adalah ingin
menegakkan sebuah sistem Islam, maka caranya-pun sudah ditentukan oleh Allah
Ta’ala dan sudah baku.
Allah Azza Wajalla berfirman :
وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله
ذلكم وصاكم به لعلكم تتقون
“ Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah
jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari
jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”
(Al-An’aam 153)
Cara menegakkan hukum Islam itu
sudah baku dan tidak diserahkan kepada ijtihad manusia yang lemah (akan tetapi
sudah Allah tetapkan cara-caranya lewat Rosulullah).
Jadi tidak mungkin kalau ingin
menegakkan Islam itu dengan sistem demokrasi, akan tetapi kalau ingin
menegakkan sistem selain Islam maka kita tidak ikut campur didalamnya. Dan
sekali lagi, menegakkan Islam dengan cara demokrasi itu menyimpang dari cara yang
ditempuh oleh Rosulullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam dan menyimpang dari jalan
yang ditempuh oleh orang-orang yang beriman.
Allah Ta’ala berfirman :
ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما
تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا
“ Dan barang
siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam
itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisaa’ 115)
Barang siapa
yang menentang Rosul (bukan mengajak Rosul untuk berkelahi) menyelisihi
Rosulullah dalam beriqomatuddien, maka itu juga bagian dari menentang Rosul.
Dan barang siapa yang menentang Rosul setelah jelas petunjuk darinya sedangkan
dirinya lebih memilih jalan selain jalan orang-orang yang beriman (para
shahabat r.a dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik), maka Allah
menjadikan dirinya terbiasa untuk menempuh jalan yang keliru tadi, tetapi
kemudian ( Wanushlihi) mereka akan dijerumuskan oleh Allah kedalam neraka
jahannam dan itu seburuk-buruk tempat kembali.
Jadi sebenarnya tidak ada pilihan lain kalau yang
ingin ditegakkannya itu Islam, maka cara untuk menegakkannya sudah ditunjukkan
oleh Allah lewat perantara Rosulullah. Manhajnya Rabbani, caranya (pedoman
praktis pelaksanaan dan juga sarana dan prasarananya) juga harus Rabbani pula.
Saya
garis bawahi dan memberikan catatan ; “ Mencegah madhorot yang lebih besar itu tidak dengan cara
yang menyimpang dari ketentuan Allah dan Rosul-Nya ( jika menyimpang sudah
suatu madhorot sendiri tentunya).” Jadi melakukan dua madhorot tidak
memperbaiki keadaan dan itu masalah yang paling mendasar.
Apa
langkah riil kita untuk masalah tersebut?
Sebuah kitab
yang ditulis oleh Syaikh Abdul Ghani bin Ar-Rakhal : “ Al-Islamiyun At
Demokrotiah “ ( Orang-orang yang memperjuangkan Islam dan fatamorgana Demokrasi
)
Setelah
melakukan satu percobaan yang panjang, para aktivis ini mencoba untuk memulihkan
kembali khilafah Islamiyah dan menghadapi banyak masalah, maka terbagi menjadi
dua kelompok besar.
- Yang disebut sebagai orang-orang yang sudah kalah dan putus asa, yang pada akhirnya mereka meyakini dan memberikan dukungan serta menyebarkan keyakinan pemikiranya itu ke orang banyak, bahwa dengan jalan demokrasi itu mereka akan bisa meraih kejayaan Islam ( dan itu sangat tidak mungkin akan terjadi). Jika mereka meneruskan hal tersebut, bahwa mereka itu sedang mengikuti persangkaan-persangkaan dan mereka itu sedang membuat kebohongan-kebohongan terhadap Allah Azza wajalla.
- Orang-orang yang melawan dengan segala kekuatan yang dimilikinya, baik itu dengan kekuatan senjata atau apapun yang dimilikinya yang penting melawan.
Kemudian Syaikh Abdul Ghani Ar-Rokhal ini memberikan solusi
yaitu : “ Kami menempuh jalan yang ketiga.
- Mari kita kaji dengan sungguh-sungguh setiap persoalan, kita coba untuk menggali dan menemukan kembali bagaimana Rosulullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam dan para sahabat r.a dalam merumuskan langkah-langkah untuk beriqomatuddien (menegakkan agama Allah Azza Wajalla), kemudian setelah kita temukan lalu kita menapakinya lagi dengan sabar. Dan itulah cara satu-satunya.
Jika kita ingin menjabarkan masalah ini akan sangat luas
sekali dan waktunya tidak mencukupi, akan tetapi pada prinsip besarnya
demikian.
Sedangkan
bagi tokoh-tokoh yang mempunyai pemikiran seperti itu ( mengajak orang-orang
untuk menapaki jalan demokrasi dalam menegakkan Islam) dan melangkah seperti
itu, maka tidak ada kalimat lain kecuali mereka untuk segera beristighfar dan
bertaubat kepada Allah Ta’ala.
Sebab hal
itu bukan cara yang diajarkan oleh Allah dan Rosul-Nya untuk beriqomatuddien.
Sedangkan jawaban-jawaban secara politis atau yang lain-lain, maka hal tersebut
akan melelahkan dan tidak akan menemukan satu penyelesaian.
Adakah tokoh-tokoh
Islam yang mengajak seperti itu?? Jika ada, maka (tokoh-tokoh itu) harus banyak
belajar lagi dari sejarah perjuangan Ummat Islam.
Kalau Syaikh
Abdullah Azzam rokhimahullah : Beliau mensyaratkan 3 hal untuk ikut bergabung
di parlemen
- Harus dengan niat untuk menentang undang-undang bikinan manusia.
Adakah syarat ini terpenuhi atas orang-orang yang mengaku
ingin menegakkan Islam lewat jalur demokrasi yang syirik hari ini???.
- Dengan satu niatan yang kuat untuk melindungi dan menolong dakwah Islamiyah.
- Dirinya tidak boleh menyetujui atau membubuhkan tanda tangan untuk satu undang-undang atau tata aturan yang menyimpang dari tuntunan Allah.
Adakah syarat yang ketiga yang menyuarakannya hari ini yang
mengaku aktifis Islam ingin berjuang lewat jalur demokrasi yang syirik????.
Politisi
yang paling sukses sepanjang sejarah Indonesia adalah Dr.Muhammad Natsir
(pendiri Dewan Dakwah) dan beliau pada saat itu sudah sampai jadi Perdana
Mentri.
Dan kita
juga mengetahui bahwa pak Natsir pada waktu itu tidak memerlukan dunia untuk
memperjuangkan Islam, bahkan dunia disodorkan kepada beliau dan teman-teman
seperjuangan beliau pada waktu itu dan mereka semua menyingkir dari dunia
(bukti sampai sekarang, anak turunnya pak Natsir tidak ada yang kaya).
Kita juga
masih punya filenya, bagaimana beliau pak Natsir berdebat dengan Soekarno di
Konstituante tentang Dasar Negara. Pak Natsir menyodorkannya dengan satu logika
yang bagus sekali, bahwa hanya Islam yang bisa menyelamatkan bangsa Indonesia.
Adakah politisi hari ini yang sekaliber seperti pak Natsir dalam memperjuangkan
Islam??? Dan hal itu tidak ada hari ini. Kebanyakan mereka hari ini yang di
kejarnya 2 hal :
1. Harta
2. Kehormatan.
Rosulullah
Shallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda ( di dalam Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir)
“ Kerusakan
yang ditimbulkan terhadap orang-orang yang rakus terhadap harta dan kehormatan ,
terhadap dien (agamanya) itu jauh lebih besar dari kerusakan yang ditimbulkan
oleh dua kawanan srigala yang sedang kelaparan yang dibiarkan hidup
ditengah-tengah kambing.”
Bisa kita
bayangkan bagaimana srigala yang lapar itu; Pernah suatu hari (ketika saya di
Afghanistan) bertemu dengan bangkai kambing, lalu saat itu juga kita kuburkan
dangan lobang yang dalam. Akan tetapi pada malam harinya, bangkai kambing yang
sudah dikubur pagi harinya itu digali lagi oleh kawanan srigala yang sedang
kelaparan .
Apalagi ini
dunia dan kemulyaannya itu ditawarkan dan ditaroh di nampan emas. Apakah
kejadian zaman pak Natsir dulu akan terulang terhadap para aktivis Islam yang
yang berjuang lewat jalur demokrasi hari ini???
Jadi
sebaiknya para tokoh Islam yang menganjurkan siapapun untuk terlibat pada
kegiatan demokrasi sebaiknya segera beristighfar, betaubat dan jangan lagi
mengulangi perbuatan seperti itu.
Dan sekali
lagi kita tidak mengkafirkan, kecuali setelah melalui beberapa penyelidikan-penyelidikan
yang paling baik dan mendalam.
Adapun cara
yang paling sederhana yang bisa dilakukan agar tidak terlibat sesuatu yang
buruk, sesuatu yang berbau syirik adalah dengan menjauhi sejauh-jauhnya.
Allah Azza
Wajalla telah berfirman :
.....وما آتاكم الرسول فخذوه
وما نهاكم عنه فانتهوا واتقوا الله إن الله شديد العقاب
"
Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya. " (Al-Hasyr
7)
Jika ingin
selamat kehidupan akherat kita maka,
tidak ada pilihan lain kecuali meninggalkan dan menjauhi DEMOKRASi
dangan seluruh sarana dan prasarana pendukungnya ( walaupun kita berjalan
sendiri ) sejauh-jauhnya, atau tetap dengan kesialauan fatamorgana demokrasi (
riuh ramai teman didalamnya ) dan saya telah berlepas tanggung jawab di Hadapan
Allah (telah menyampaikan dan berusaha mengurai syubhat demokrasi kepada ummat
).
Kita berdo’a
kepada Allah semoga kita terbebas dan diselamatkan dari fitnah syiriknya demokrasi.
Dan semoga risalah kecil dan sederhana ini bermanfaat untuk kehidupan dunia dan
akherat kita. Amin
0 komentar:
Posting Komentar