Subscribe: Playlist Abu Rusydan
Photobucket HUmvee2 Photobucket

Sparkline

Home » » Muslimah Selalu Mentarbiah Dirinya

Muslimah Selalu Mentarbiah Dirinya






Tabiat dien ini adalah memberikan satu gambaran kehidupan kepada para pengusungnya yang khas dan unik. Tidak ada satu agama atau faham manapun yang mampu menyamai atau menandingi kehebatannya dalam pentas kehidupan manusia, sampai di dalam keteguhannya menanggung bala’ ujian atas prinsip prinsip yang telah di yakininya. Itulah sunah dakwah yang meski berlaku dan telah Allah Tetapkan bagi orang orang yang beriltizam pada dien ini dengan sungguh sungguh.

Allah Azza wajalla telah Berfirman :
“ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” ( QS: 2/214 )
Ketetapan Allah dalam ayat tersebut terus berlaku hingga Allah sendiri yang akan mengangkat dien ini dari muka bumi, sehingga yang tersisa adalah seburuk buruk makhluk.
Hanya dari rahim rahim tarbiah Islamiyahlah yang dapat melahirkan orang orang dengan karakteristik seperti ini ( pribadi pribadi yang tahan ujian ).

Lintasan sajarah telah banyak melahirkan dan menampilkan orang orang seperti ini di setiap kurunnya. Meskipun orang orangnya sangat sedikit jumlahnya di bandingkan dengan kebanyakan manusia pada umumnya, namun sunatullah menjamin akan keberadaan mereka hingga datangnya hari kiamat sebagai bentuk pembelaan dan penolong dienullah di muka bumi. Semua itu memberikan satu pelajaran yang sangat berharga dan nyata, bahwa beriltizam ( berpegang teguh ) dengan dien ini pasti menjadikan diri kita asing dalam kehidupan manusia pada umumnya, bahkan tak jarang ujian dan cobaan itu lebih banyak mengisi catatan harian seorang pegiat amal Islami ketimbang kesenangan dan kenikmatan duniawinya.

Cobalah kita renungkan sejenak lembar sirah Nabawiyah saw dan para sahabat sahabat beliau r.a ( baik laki laki maupun wanitanya ) atau orang orang setelahnya.
Kita lihat Ulama’ ummat ini, Ibnul Qayyim, Ibnu Taimiyah, Imam Ahmad bin Hambal dan seluruh Ulama’ amilin mujahidin fisabilillah, tidaklah mereka lebih kenyang dengan ujian dan cobaan hidup dari pada kenikmatan hidup dan kelezatannya. Sunatullah ini tak akan berubah, berlaku atas setiap orang orang yang ingin berjalan meniti diatas jalan iman hijrah, dakwah dan jihad fie sabilillah akan mengalami hal yang sama, rasanya sama ( Cuma bentuk dan keadaannya yang membedakan satu dengan yang lainnya ). Oleh karena itu, sudah seharusnya seorang pegiat amal Islami ( baik laki laki maupun perempuannya ) membutuhkan satu pembinaan pembinaan yang dapat mengokohkah setiap langkah langkahnya demi meraih kecintaan dan keridhoan Allah semata, hal itu sebagaimana kebutuhan dirinya akan makanan dan minuman yang akan menguatkan fisik kita untuk beribadah kepada-Nya.

Kebutuhan akan makan dan minum akan menguatkan jasad yang dengannya ia bergerak, sedangkan tarbiah hubungannya dengan ruh atau jiwa. Jika jiwanya sehat maka jasad ini akan ringan untuk bergerak ( walaupun kelihatannya sangat berat untuk di lakukan), akan tetapi jika jiwanya sakit maka seluruh anggota badan berat untuk melakukan satu amal sholeh ( walaupun kelihatannya amal tersebut sangat ringan untuk di lakukan ).

Hakekat Tarbiah ( Pembinaan ) bagi Diri

Tarbiah ( menumbuhkan kembangkan kesadaran ) merupakan long life education atau pendidikan sepanjang kehidupan manusia. Mendidik atau membina jiwa ini supaya tunduk dan patuh kepada tata aturan yang telah Allah perintahkan, hal tersebut sebagai satu satunya syarat agar Nasrullah turun dan kemenangan Islam di capai. Sebaliknya kelengahan dan kemaksiatan akan menyebabkan segala bentuk kelengahan dan kesalahan yang di timbulkan.

Begitulah konsep Islam dalam memandang suatu keberhasilan, kesuksesan, dan kemenangan. Bukan berorientasi pada hasil ( sebagaimana konsep barat, yang penting targed tercapai adapun caranya ( melanggar syar'i atau tidak ) terserah ), akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana dalam setiap amal yang akan di lakukan ikhlas dan mengikuti tuntunan syar’inya dengan penuh kesungguhan dan sabar, adapun hasil kita serahkan pada Allah. Jika targed tidak tercapai bukanlah jadi masalah ( yang penting ikhlas dan sesuai tuntunan syar'inya ). Memang targed di perlukan agar dalam melakukan amal tidak seenaknya sendiri.  

Hendaknya kisah Nabiyullah Nuh As, kita jadikan I’tibar, beliau berdakwah 950 tahun hanya mendapat belasan orang ( tetapi sadar atas apa yang di lakukan, bukan karena terpaksa ). Menurut kaca mata barat di lihat suatu kegagalan, akan tetapi menurut konsep Islam beliau berhasil. Selama rentang waktu yang sangat panjang itu dakwah beliau ( Nuh As ) tidak menyimpang dari rel yang Allah syareatkan pada beliau, hasilnya mendapatkan orang orang yang militant ( sadar akan apa apa yang Nabi Nuh perintahkan padanya dan mau mengikuti ).

Sejarahpun terulang pada masa sahabat Rosulullah Saw. Sosok Abdullah bin Rawahah r.a ( seorang sahabat yang mulia pada perang Mu’tah ) mengatakan :
“ Kita tidak memerangi manusia dengan bilangan, kekuatan dan jumlah kita. Kita hanya memerangi mereka karena dien ini memerintahkan demikian, dien yang Allah memuliakan kita dengannya ( jika kita berpegang teguh pada apa apa yang di perintahkan dan apa apa yang dilarang serta menjaga keikhlasan dalam beramal ).”

Allah Azza wajalla Berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” ( QS: Muhammad 7 )
Pada ayat tersebut mengisahkan tentang hukum sebab akibat, yang akibatnya akan kembali kepada si pelaku amal itu sendiri. Kenapa Allah memerintahkan kepada orang orang beriman untuk menolong dien-Nya, apakah Allah tidak mampu ?? Akan tetapi Allah hendak melihat siapa siapa yang benar amalnya sesuai dengan keyakinan dan perkataannya, dengan yang hanya bohong.

Jadi kebutuhan kita akan satu pembinaan yang terus menerus mutlak di butuhkan, karena begitu banyaknya musuh musuh kita yang begitu tamak menginginkan agar kita tergelincir dari jalan Allah.

Apakah itu musuh dari golongan orang orang kafir yang telah jelas jelas memusuhi Allah dan Rosul-Nya, maupun dari golongan orang Islam itu sendiri yang cenderung kepada kefasikan dan dosa. Musuh dari jenis hawa nafsu yang terus memberontak untuk kebebasan, syetan yang terus meenghembus hembuskan keragu raguan, dunia yang terus bersolek yang tak pernah berhenti untuk menghalangi jiwa jiwa dari jalan kebenaran Islam.



Perbaharuilah Selalu Dien dan Keikhlasan Kita Kepada Allah…

Tidak seperti sekolah sekolah yang ada saat ini, seseorang dinyatakan lulus setelah rentang waktu tertentu serta pencapaian ilmu tertentu pula. Ilmu pengetahuan yang di dapatkan dari bangku sekolah tersebut hanyalah berkumpulnya kepandaian logika dan nilai matematis yang tinggi saja, sedangkan praktek di lapangan sesungguhnya belum tentu demikian. Bangku sekolah banyak mencetak orang pandai, akan tetapi tak sedikit yang tak tau kemana arah ia hidup di dunia ini. Kiranya masih sangat jauh dari apa yang di harapkan Islam dari hasil sebuah pendidikan dan pembinaan diri !...
Tak jarang kita jumpai para cendekiawan muslim di lapangan tidak menampakkan sebagai seorang pembela dien, justru sebaliknya mengikis dienul Islam sedikit demi sedikit yang tercermin dari tingkahnya dan ungkapan ungkapan yang keluar dari mulutnya.

Mungkin ini salah satu kelemahan dari system pendidikan yang ada saat ini ( sudah membutuhkan biaya yang sangat mahal hasilnyapun terkadang buruk di medan nyata ). Atau diri kita sendiri pun mungkin mengalami dan merasakannya sendiri. Pandai dari hal ilmu, tapi tidak pandai dan bijak dalam amal nyata ( ikhlas dan mengikuti syar’inya ).

Sebagai seorang ibu yang bertanggung jawab atas pendidikan anak anaknya dirumah dan terhadap masa depan Islam, haruslah memahami persoalan yang mendasar ini. Dienul Islam menempatkan ilmu dan amal sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dan mendudukkannya setara dengan kepentingannya.

Sehingga selaras dengan apa yang do’a kita panjatkan minimal tuju belas kali dalam sehari ( minta di tunjuki jalan yang lurus, dalam surat al Fatehah ).
Ibnu Katsir menjelaskan tentang orang orang yang di murkai ( dalam QS: Al Fatehah 6-7 ) adalah Yahudi, di sebabkan banyaknya ilmu mereka akan tetapi mereka enggan mengamalkannya.

Sedangkan orang orang yang sesat adalah orang orang Nasrani, di sebabkan karena banyaknya amal ibadah yang mereka lakukan tidak dilandasi atas ilmu yang benar. Adapun dienul Islam melandasi kepada seluruh Ummatnya agar menyempurnakan ilmu dengan amal dan amal dengan ilmu.

Artinya kita tidakmungkin faham akan hakekat Islam atau Allah tidak akan memberikan satu kefahaman akan Islam manakala kita tidak mau melaksanakan amal juga dengan dasar ilmu yang benar ( apapun bentuk amalnya, sedikit atau banyak ). Berilmu saja tanpa ada pengamalannya, belum bisa di sebut faham. Beramal ( meskipun ikhlas ) akan tetapi tanpa dasar ilmu juga belum di katakana faham, sampai seseorang itu berilmu dan mengamalkan apa apa yang dilmuinya itu dengan penuh kesungguhan dan keyakinan, baru di sebut orang yang faham akan Islam.

Hal ini hendaknya menjadi satu catatan tersendiri bagi para pegiat amal Islami hari agar menjadikan wasilah wasilah tholabul ilmi tidak hanya sekedar menjadi bahan wacana yang menjejal otaknya saja dengan pengetahuan pengetahuan semata, akan tetapi melatih jiwanya untuk bersegera mengamalkan apa apa yang diilmunya itu ( sedikit demi sedikit tapi kontinyu itu lebih baik, dari pada sekali tapi jarang di lakukan) dan juga yang terpenting adalah menata hatinya akan akibat akibat yang bakal timbul dari apa apa yang telah di ilmui dan di amalkannya itu serta bersabar atasnya.

Sesungguhnya inilah metode Rabbani dalam mentarbiah jiwa jiwa manusia, yaitu dengan memberikan pembinaan terhadapnya secara bertahap dan berangsur angsur. Berjalan melalui proses penyadaran diri dalam melakukan amal, yang terkadang proses tersebut berjalan sangat lambat dan menjemukan ( sesuai dengan tingkat pemahaman masing masing orang ). Sehingga harapannya para pegiat amal Islami dalam beramal, berangkat dari dorongan kesadaran yang timbul dari dalam dirinya sendiri, maka lahirlah dari rahim rahim tarbiah para pegiat amal Islami yang tahan ujian dalam setiap medan amal.

Abdullah Azzam mengibaratkan pembinaan jiwa manusia itu seperti membangun sebuah rumah, bata demi bata di letakkan satu persatu, di rekatkan dengan menjaga keikhlasan, ilmu amal dan sabar hingga terbentuk bangunan yang sempurna. Sempurna dalam memahami dan mengamalkan Islam sampai bertemu al Maut.

Oleh karenanya Allah Azza Wajalla menurunkan Adz dzikru secara bertahap, satu atau dua atau tiga ayat kemudian memerintahkan mereka supaya mengamalkannya.
     Adalah para sahabat Rosulullah r.a melazimi dalam mempelajarinya tak lebih dari sepuluh ayat kemudian mengamalkannya, danb tak menambah sebelum mengamalkannya dengan benar. Bahkan Ibnu Mas’ud ( ulama’nya para sahabat r.a ) mengatakan bahwa kami belajar ilmu dan mengamalkannya secara bersamaan. Dari sanalah wajar jika para sahabat r.a di sebut sebagai sebaik baik masa.

Rosulullah Saw bersabda:
“ Sebaik baik hamba Allah adalah orang orang yang apabila di lihat ( membuat orang yang melihatnya ) ingat kepada Allah .” ( HR. Imam Ahmad )
Jadi, setiap pegiat amal Islami yang berkeinginan mengembalikan dienullah dalam kehidupan dunia haruslah memenuhi dua hal, yaitu; pertama, mengetahui dienullah itu sendiri dengan benar. Kedua, mengamalkan ajaran dienullah yang diilmuinya itu. Hal itu dimulai dari dirinya terlebih dulu, melebar kepada keluarga dekat, seterusnya dan seterusnya sehingga dien itu menjadikan mereka berkuasa di muka bumi.

Tarbiah ( pembinaan diri ) termasuk I’dad Imani

Salah satu I’dadul quwwah ( mempersiapkan kekuatan ) yang mana Allah perintahkan bagi setiap pribadi yang mengaku beriman kepada Allah, Rosul-Nya dan hari akhir ( yang di Allah perintahkan dalam QS: Al Anfal 60 ) adalah dimulai dan di dasari dari I’dad imannya, yaitu mendidik jiwa dengan mempelajari ilmu ilmu syar’I sehingga tersingkap kabut tebal subuhat serta tazkiah ( mensucikan dirinya ) sehingga tunduklah syahwat kepada hukum hukum Allah.

Ketika para pegiat amal Islami berazam kuat ingin menapakkan kakinya di jalan iman, hijrah, dakwah dan jihad, maka dirinya harus mempersiapkan dan menata hatinya untuk bisa hidup diatas celaan, kebencian dan permusuhan yang di berikan kebanyakan manusia. Kesadaran ini yang harus di tumbuh kembangkan terlebih dulu, karena hakekat al Haq itu selalu bermusuhan dengan al Batil dan tak akan bertemu satu dengan yang lainnya hingga hari kiamat. Kemenangan dan kekalahan ( baik perang fisik dengan kekuatan senjata maupun perang urat syaraf dengan pemikiran ) datang silih berganti sesuai dengan tingkat kesungguhan masing masing kubu.

Dimana kedudukan dan peran seorang mukminah dalam perjalanan kafilah jihad yang panjang ini ? Kecenderungan wanita terhadap segala pernak perniknya tidak dapat dipungkiri, karenanya jiwa jiwa ini haruslah membutuhkan latihan latihan dan tauladan tauladan sehingga dirinya terbebas dari penjara dunia ( dengan segala pernak perniknya ) menuju keluasan Jannah-Nya yang di janjikan Allah. Latihan demi latihan yang terus menerus hingga terbiasa hidup seadanya ( walaupun mampu berbuat lebih, tapi di tahannya untuk melakukan ).
Mustahil kiranya bisa menapaki jalan ini tanpa mengetahui dan meneladani pola kehidupan para pendahulu kita yang tetap teguh berjalan di jalan jihad hingga akhir hayatnya.

Meneladani mereka dan mengikuti petunjuk mereka adalah jalan untuk meraih kemenangan yang di janjikan Allah. Imam Malik mengatakan ; “ Tidak akan beruntung / menang ummat ini melainkan dengan apa yang menjadikan beruntungnya ummat sebelum mereka.”

Allah Azza wajalla berfirman :
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur'an)". Al Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat.” ( QS: Al An’am 90 )

“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” ( QS: Huud 120 )

Pembinaan ( menumbuh kembangkan kesadaran akan bersegera melakukan amal kebajikan atau apa apa yang akan di lakukan di niatkan ibadah dengan segala bentuknya dengan di landasi keikhlasan dan senantiasa mengikuti syar’inya serta bersabar dan segala sesuatunya itu akan kembali kepada dirinya sendiri nantinya ) terhada jiwa para pegiat amal Islami merupakan satu persiapan awal yang sangat penting ( juga bagi seorang muslimah ), di samping persiapan secara materi yang juga perlu di latih dan di biasakan sesuai fitrah dan kemampuan masing masing individu. Sadar dari segi materi artinya; bahwa apa apa yang akan atau telah ia infakkan itu belum seberapa dan masih terus di butuhkan ( karena keadaan Islam hari ini ), ibarat ia menuangkan sebotol air diatas hamparan gurun pasir. Maka di sana perlunya latihan dan latihan akan makna ikhlas dan sabar ( baik itu sebelum beramal, saat beramal dan setelah beramal ).

Jadikan Sholat dan Sabar Sebagai Penolong

Ya !, kesadaran dan pemahaman yang benar akan posisinya dan kewajibannya sebagai seorang istri yang mendampingi suami ( di dalam menapaki jalan iman, hijrah, dakwah dan jihad seperti yang di contohkan oleh Rosulullah Saw, para sahabat r.a dan orang orang sholeh setelahnya ) atau posisinya sebagai seorang ibu yang memiliki tanggung jawab besar terhadap lahirnya generasi generasi besar yang tangguh di setiap medan amal adalah modal awal tumbuhnya himmah dan azzam yang kuat dalam dirinya untuk selalu membina dirinya.

Bukan sebaliknya, ( apa yang terjadi pada wanita pada umumnya ) pribadi yang banyak mengeluh, banyak menuntut yang macam macam sering menyakiti suaminya dengan perkataan sehingga apa yang di cita citakan bersama ( terciptanya satu keluarga yang sakinah,mawaddah dan warokhmah ) hancur berantakan di tengah jalan.
Yang di harapkan dari seorang mukminah adalah selalu berusaha mendampingi suaminya dengan setia, melayani, memudahkan urusannya membantu tugas tugas suami ( jika ia mampu dalamhal tenaga atau ilmu ) dengan senang hati. Karena sedikitnya waktu dan perhatian sang suami karena banyaknya kewajiban kewajiban yang harus segera di tunaikan takmembuat senyumnya berubah menjadi satu kemarahan, justru seharusnya rasa bangga dan rela senantiasa ia bingkai dalam hatinya atas kesibukan suaminya yang bekerja untuk Allah, Rosul-Nya dan kaum Muslimin yang di cintai dan di ridhoi Allah.
Sebuah pelajaran berharga dari negri para syuhada ( Afghanistan ) bisa kita jadikan satu pelajaran dan motivasi. Pernah salah seorang panglima mujahidin Afghan di tanya, “ Pernahkah seorang mujahidin menemui hambatan dari istri dan anak anaknya di karenakan lamanya meninggalkan mereka dan juga susahnya kehidupan yang di laluinya ?.” Ia menjawab, “ Justru wanita Afghanlah yang memberikan motivasi bagi suaminya untuk terus berjihad. Kalau ada yang ragu ragu, ia sendiri yang akan membantu mujahidin, sedangkan suaminya di suruh di rumah mengurus rumah tangga dan menjaga anak anak.” “ Bahkan banyak dari gadis gadis Afghanistan yang menawarkan dirinya kepada mujahidin dan maharnya di belikan senjata demi kepentingan mereka.”

Inilah perkataan jujur seorang mujahidin Afghanistan. Sehingga wajar jika bangsa Afghanistan mampu menanggung setiap bentuk konfrontasi dan mampu bertahan beberapa lama, bahkan membuat musuh musuhnya bertekuk lutut.
Sosok sosok seperti ini yang di harapkan Allah dan Rosul-Nya, pribadi pribadi yang memiliki sifat seperti Khadijah, Aisyah, Hafsah, Ummu Sulaim r.a dan yang lain lainnya.

Sungguh kita tidak akan kehabisan kekuatan jika kita mengambil suri tauladan dari para pendahulu Ummat ini. Mempelajari ilmu ilmu syar’i dan membaca sunatullah kehidupan para salafus sholeh akan membuka tabir fitnatus syubuhat dan melenyapkan syahwat syahwat dalam diri kita, sehingga yang ada tinggal ketenangan, keteguhan hati, rasa syukur dan ridha bahwa Allah berkenan memilih kita untuk tetap berada di jalan ini.
Wallahu a’lam bish-showab.    
  
Share this video :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Re-Designing Website | Abu Salwa
Copyright © 2015. Pojok Islamiyah - All Rights Reserved
Template Re-Designed by Abu Salwa Published by Pojok Islamiyah
Proudly powered by Blogger