P ergaulan yang
terkecil dalam hubungan antar sesama manusia ada dalam sebuah keluarga atau
sebuah rumah tangga. Sebuah hubungan yang di bangun dengan satu tujuan yang
sangat besar dan mulia, yang menjadikan seluruh cita cita dan satu harapan di
dalam kehidupan seluruh manusia tanpa terkecuali. Allah Azza Wajalla berfirman
menjelaskan hal ini:
“Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” ( QS:
Ar Ruum 21 )
Terkadang
sebuah cita cita yang sama ( rumah tangga yang sakinah mawaqddah, warokhmah )
tidak selalu menunjukkan jalan yang sama antara suami dan istri untuk bersama
sama menggapainya. Bahkan jalan yang sama pun ( menapaki kehidupan berrumah
tangga yang tenang lagi di ridhoi Allah ) belum tentu memberikan satu rasa yang
sama pula ( seluruh anggota keluarga ).
Sayyid Quthb
berkata: “ Kehidupan manusia akan terasa kenikmatannya dan manisnya, manakala
hal hal yang selalu mengejutkan dan tak terduga datangnya itu mengalir bersama
gelombang dan arusnya, menyelami rahasia dan keagungan-Nya, serta menyerahkan
dan mengorbankan seluruh yang kita miliki demi tegaknya kalimat Allah yang haq
dimuka bumi.”
Satu hal yang
harus selalu di sadari adalah bahwa kehidupan manusia tidak bisa lepas dari
kesulitan demi kesulitan demi kesulitan sampai dirinya bertemu al maut. Dirinya
berjalan di atas derasnya ujian Allah. Keluar dari taqdir Allah dan masuk
kepada taqdir Allah yang lainnya, begitu seterusnya dan berulang ulang serta
Allah memberikan bentuk ujian ujian itu tiap tiap manusia berbeda beda
kadarnya. Akan tetapi di tengah tengah itu Allah sedikit memberikan satu kegembiraan
buat manusia.
Seorang
pekerja di suatu perusahaan ( misal ) yang menerima gaji bulanan ( 2 jt
perbulan misal ), maka ia bekerja pada hari pertama sampai hari terakhir ia
bekerja ( menerima gajian ) ia kerja dengan penuh kesungguhan. Dirinya berusaha
memenuhi tata aturan yang ada di perusahaan tempat ia bekerja itu. Panas,
kehujanan, rasa penat, capek sering kali menghampirinya, akan tetapi hal itu
tidak ia hiraukan demi gajian yang hendak di raihnya.
Akan tetapi
pada saat ia menerima gajian ( yang hanya beberapa menit saja ) seakan akan
rasa yang ia tahan selama sebulan penuh itu hilang begitu saja, berganti dengan
satu kepuasan. Walaupun setelah ia menerima gajian ia kembali pada rutinitasnya
seperti biasa. Hal itu berulang ulang dari tahun ketahun.
Begitu pula
dengan kehidupan seorang mukmin para pegiat amal Islami di dalam menapaki
kehidupannya. Seharusnya dirinya itu sadar, bahwa hidupnya telah tergadaikan
dengan dien ini ( ikut tata aturan yang telah Allah tetapkan ).
Hal yang
mustahil dapat di capai, apabila kita hidup bersama dalam mengarungi bahtera kehidupan berrumah tangga ( sekup terkecil
dalam berinteraksi dengan manusia ), ingin meperjuangkan iqomatuddien di dalam
rumah tangganya ( berusaha agar kehidupan rumah tangganya sesuai dengan rel rel
syareat ) dan melebar di seluruh permukaan bumi, akan tetapi tanpa di dasari
saling memberi ( feedback atau umpan balik ), saling nasehat menasehati dan
beramar ma’ruf nahyi mungkar antara suami, istri anak anak, dan juga seluruh
anggota keluarga yang lainnya ( baik kerabat yang dekat maupun yang jauh )
adalah angan angan yang jauh dari realitas.
Manusia
tetaplah manusia dan selamanya, sepanjang kehidupan kita, kita tidak bisa
terlepas dari sifat sifat kemanusian yang khas, sifat yang penuh dengan kelemahan,
kekhilafan dan kealpaan. Oleh karenanya sudah pas jika Allah jauh jauh hari
sudah mengingatkan kepada manusia ( setiap individu ) terutama para pegiat amal
Islami untuk saling ingat mengingatkan, sebagaimana Firman-Nya:
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan
mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” ( QS: At Taubah 71
)
Pada ayat
tersebut sebagai satu peringatan keras agar tidak seikap individualistis atau
sombong dengan kekuatan yang dimilikinya. Lebih lebih bagi para pegiat amal
Islami yang menginginkan tegaknya syareat Allah di muka bumi. Saling mengisi
dan melengkapi celah celah kekurangan masing masing dan menutup serapat
rapatnya celah celah perpecahan.
Sang Istri
mengingatkan suaminya ketika lemah dan mendorongnya agar tetap tegar, begitu
pula sebaliknya. Memperkecil jurang perbedaan pendapat dan saling memahami
antara suami, istri dan anggota keluarga yang lain.
Begitu pula
dengan para pegiat amal Islami di lapangan dakwah yang berjuang dalam
iqomatuddien. Dirinya perlu dan butuh uluran tangan dan saling mengingatkan
orang lain sesama pegiat amal Islami. Para
pegiat amal Islami yang bergerak di bidang pendidikan membutuhkan pegiat amal
Islami yang bergerak di bidang sosial, dakwah dan bahkan yang bergerak di jalan
jihad. Saling mengisi satu dengan yang lainnya. Saling topang menopang dan
tolong menolong serta tidak saling membanggakan satu dengan yang lainnya.
Pada QS: At
Taubah 71 diatas, Rakhmat Allah akan turun manakala para pegiat amal islami
saling tolong menolong satu dengan yang lainnya, mengedepankan amar ma’ruf
nahyi mungkar dalam rangka mentaati Allah dan Rosul-Nya.
Jadi jangan
mengharap Islam akan tegak di muka bumi dan rakhmat Allah akan turun, manakala
para pegiat Islami saling membanggakan diri satu dengan yang lainnya. Yang
bergerak di bidang sosial merasa tidak membutuhkan saudaranya yang bergerak di
bidang dakwah. Atau yang bergerak di bidang dakwah tidak merasa membutuhkan
saudaranya yang bergerak di bidang jihad dan tarbiah.
Centang
perenang dan mudah di kotak kotak, sehingga wajar jika Islam hari ini mengalami
kemunduran dan Ummat merasa bingung bahkan harta dan darahnya sering terbuang
sia sia.
Iman adalah sumber energinya
Keimanan yang
benar, lurus, murni ( bersih dari noda syirik dan bid’ah ) dan juga mendalam
adalah dasar dari semua aksi dakwah dan amar ma’ruf nahyi mungkar. Sanggup
merubah hati yang keras menjadi lembut dan peka. Sedih ketika saudara yang lain
terdholimi. Sedih mendengar atau melihat syareat Allah di hinakan, kemaksiatan,
kemungkaran dan kedholiman meraja lela. Dengan kesedihan itu menggerakkan
seluruh anggota badannya yang lain untuk segera berbuat dan membantunya sekuat
yang ia mampui dengan maksimal. Sifat inilah yang telah Allah Tabaroka Wata’ala
gambarkan dan menjadi karakteristik istimewa Rosulullah dalam Firman-Nya:
“Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” ( QS: At Taubah 128
)
Sebuah
keluarga mukmin yang telah menghibahkan hidupnya untuk iqomatuddien ( dalam
beragam amal sholeh ) haruslah memiliki
charge iman ini. Yang darinya akan terus menerus melembutkan hatinya dan
menjadikan hatinya peka terhadap setiap kemungkaran yang muncul di hadapannya.
Akan memacu otaknya untuk berfikir bagaimana cara yang betul betul efektif
untuk beramar ma’ruf nahyi mungkar.
Hakikatnya,
dakwah dan kecintaan terhadap syareat Allah yang satu ini tidak banyak
membutuhkan syarat dan ketrampilan tertentu. Ia hanya membutuhkan satu keimanan
yang benar dan mendalam yang dengannya akan menumbuhkan energi ruhiyah untuk
mencintai, berkorban dan beramal sholeh untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin
demi meraih kecintaan dan keridhoan Allah semata. Tanpa fikir panjang, tanpa
banyak pertimbangan yang justru akan melemahkan jiwanya untuk segera beramal
sholeh di dalamnya.
Dakwah
tidaklah di monopoli oleh para juru dahwah saja yang berada di mimbar mimbar,
atau ceramah ceramah keagamaan. Dakwah Islamiyah bukanlah tugas para ustad,
atau para juru dakwah saja. Akan tetapi siapa saja bisa berpeluang untuk ikut
ambil bagian di dalamnya.
Bagi seorang
pedagang, bagaimana ia berdagang agar selalu dalam rel syareat dan berdakwah
lewat berdagangnya itu. Yang berprofesi sebagai teknisi ( apapun bentuknya )
begitu pula halnya. Atau hanya sebagai ibu rumah tangga saja, tidak menutup
kemungkinan untuk tetap beramar makruf nahyi mungkar. Bagaimana mencetak anak
anaknya untuk bisa beribadah dengan benar. Mempersiapkan satu generasi yang
siap berjuang untuk Islam.
Dari Abu
Hurairah r.a, bahwasanya Rosulullah Saw bersabda :
“
Bersegeralah kamu sekalian untuk bersegera melakukan amal sholih, karena akan
terjadi satu bencana yang menyerupai malam yang gelap gulita di mana ada
seseorang pada waktu pagi harinya ia beriman akan tetapi pada waktu sore ia
telah kafir, pada waktu sore ia beriman akan tetapi pada waktu pagi ia telah
kafir; ia rela menukar agamanya dengan sedikit keuntungan dunia.” ( HR. Muslim
)
Pada hadist
tersebut sebuah peringatan keras dari Rosulullah Saw bagi para pegiat amal
Islami yang nyata nyata berdagang akan tetapi menutupinya dengan berjuang demi
Islam dan kaum muslimin. Padahal berjuang adalah satu masalah tersendiri dan
berdagang adalah masalah tersendiri pula. Kebanyakan ( sunah dakwah para Nabi
dan Rosul ) dalam berjuang meninggikan kalimat Allah rugi dunianya, terasing,
di kejar kejar atau di bunuh. Demi mencari penghidupan ia tipu ummat untuk
mendukungnya atas nama agama, yang ujung ujung kepentingan perut yang di
belanya.
Sudah
seharusnya charge iman harus selalu tersedia dalam rumah tangga kita. Setiap
saat harus kita on-kan keberadaannya. Karena hakekat keimanan itu naik dan
turun dan hati manusia itu dalam genggaman Ar Rakhman yang setiap saat bisa
bolak balik ( sebagaimana membolak balikkan telapak tangan kita ). Sedangkan
syetan senantiasa menghembus hembuskan keragu raguan di dalam hati manusia.
Umar bin
Khattab r.a berkata: “ Pada saat iman kita naik, maka berusahala agar
memperbagus amalan amalan wajib kita dan meningkatkan amal amal yang di
sunahkan. Akan tetapi pada saat iman kita sedang turun, maka bertahanlah pada
hal hal yang di wajibkan.”
Ya ! minimal
bagi para pegiat amal islami agar imannya tetap on ada lima hal yang harus di
jaga : Sholat lima waktu tepat waktu ( apapun kesibukan kita, kita bisa nomor
satukan panggilan sholat ), membaca Al Qur’an setiap harinya ( walaupun hanya
10 ayat tapi kontinyu ), berusaha menegakkan sholat tahajut atau sholat lailnya
( walaupun hanya witir saja ), dzikir pagi dan sore, akan lebih baik lagi jika
di tambah dengan memperbanyak shoum sunah.
Mengiltizami
amal amal tersebut setiap hari laksana pelita di tengah tengah gelap gulitanya
malam, ia juga menjadi kompas yang menunjukkan arah dalam mengarungi samudra
kehidupan. Oleh karena musuh musuh Islam ( baik dari jenis jin dan manusia )
tak berhenti melakukan usahanya dalam memalingkan iman dari kelurusan
fitrahnya. Sesungguhnya kita berjalan menuju Allah dengan hati, yang mana pohon
keimanan tumbuh di dalamnya. Hati yang sehat lagi bersih akan menggerakkan
anggota badan yang lain untuk ringan beramal sholeh. Rosulullah bersabda:
“
Perbaharuilah dien kalian !.” ( HR. Tirmidzi no 3522 dan Ahmad 6/294 )
Seorang istri
adalah patner bagi sang suami dalam upaya penguatan iman yang utamanya di dalam
sekup keluarga. Meski terkecil, keluarga adalah komunitas terpenting bagi
suami, istri dan anak anaknya untuk memperoleh charge iman, mentransformasikan ideology
serta latian pembiasaan sejak dini dan membentuk karakter dan akhlaq yang baik.
Mungkinkah
semua itu dapat terwujud tanpa adanya saling tawashou ( saling menasehati ) dan
amar ma’ruf nahyi mungkar dalam rumah tangga kita ??
Allah Azza
wajalla berfirman:
“Shibghah
Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada Allah? Dan hanya
kepada-Nya-lah kami menyembah.” ( QS: Al Baqarah 138 )
0 komentar:
Posting Komentar