بسم
اللّه الرّ حمن الرّ حيم
MU’AMALAH
MALIYAH SYAR’IYYAH
Alhamdulillah
kita bersyukur kepada Allah dengan kesyukuran yang benar, yakni dengan
memadukan syukur hati kita, syukur lisan kita, syukur amal perbuatan kita, hal
mana tanpa kita padukan syukur ketiganya kita belumlah di kategorikan sebagai
orang-orang yang bersyukur.
Sholawat
beriring salam semoga tetap terlimpahkan kepada uswah kita, Nabi kita
Rosulullah Muhammad Shollahu ‘alaihi Wassalam, beserta para shahabat
rodhiyallahu ‘anhum, yang telah membuktikan pada dirinya, bahwa dengan
berpegang teguh kepada syari’at Allah, mereka biasa meraih kebahagiaan yang tertinggi
yang bisa diraih oleh ummat manusia di manapun di dunia, dan dengan itu pula
mereka berharap, bisa berharap dan akhirnya diakui oleh Allah Subhanahu wata’ala
akan mendapatkan kebahagiaan di akherat. Siapa saja yang ingin mendapati kebahagiaan di dua alam (
yaitu dunia dan akherat ) mesti mengikuti jejak langkah beliau dan mereka. Tanpa
mengikuti jejak langkah beliau dan mereka, sesungguhnya kita tidak akan pernah
berjumpa dengan beliau dan mereka di akherat nanti.
Sudah
semestinya kita semua untuk bisa mencintai kebenaran melebihi kecintaan kita
kepada apapun dan siapapun, semoga Allah Azza wajalla membuka mata kita, mata
batin kita, akal kita, sehingga kita benar benar mendapatkan apa yang dijanjikan
oleh Allah Subhanahu Wata’ala bagi hamba hambanya yang beriman.
Muqodimah
URGENSI
HARTA HALAL DALAM AMAL ISLAMI
Di
dalam perjalanan kita beriqomatuddien ( melakukan amal islami ) satu hal mutlaq
yang harus kita perhatikan adalah adanya pendanaan yang cukup. Karena
sebagaimana yang telah kita fahami bersama; bahwa Al-Jihadu fie Sabilillah salah
satu penopang utamanya adalah DANA. Bahkan Allah Azza Wajalla menyebut
berkali-kali tentang Al-Jihadu Fie Sabilillah di dalam Al-Qur’an selalu
mendahulukan harta, maka disana begitu pentingnya pendanaan di dalam memutar
roda Al-Jihad Fie Sabilillah agar tetap terus berjalan hingga hari kiamat.
Ikhwanufiddien
Banyak
para aktivis Islam yang lalai, bahwa banyak sekali hadist-hadist dan keterangan
dari para Ulama’ salaf yang mengharuskan kita untuk membersihkan harta kita,
baik untuk konsumsi kita sehari-hari maupun untuk perjuangan Iqomatuddien (
untuk amal ibadah kita ). Diantara dasar-dasar
itu adalah:
1. Allah Azza Wajalla hanya
menerima yang Tayyib
Di
dalam sebuah hadist yang di riwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Muslim dan Imam
At-Tirmidzi
عَنْ أَبِيْ هُرَ يْرَ ةَ رضي اللّه عنه قَا لَ :
قَالَ رَسُوْ لُ اللَّهِ صل اللّه عليه وسّلّم قَا لَ :
إِ نَّ اللّٰهَ تَعَا لَى طَيِّبٌ لاَ
يَقْبَلُ إِ لاَّ طَيِّبًا ....
“
Dari Abu Hurairah Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata:” Rosulullah Shallahu ‘Alahi
Wassallam bersabda: “ Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah Maha Baik, tidak
menerima kecuali yang baik……..( HR. Muslim no. 1015 )
Kalau kita melaksanakan
ibadah, baik itu dipandang sebagai ibadah yang sifatnya kecil maupun ibadah
yang sifatnya besar. Sebagai contoh ( ibadah yang sifatnya kecil ), memberikan
uang saku anak. Sering kita meniatkannya bukan sebagai ibadah, bahkan kita
meniatkannya hanya untuk memuaskan keinginan si anak saja, maka hal itu sebagai
satu kekeliruan kita dalam niat. Padahal itu adalah infaq kepada anak, yang
mana infaq juga dipandang sebagai bentuk dari amal ibadah. Contoh ( yang besar
) memberangkatkan seseorang untuk berjihad ke Suriah dan juga seluruh keperluan
keluarga yang di tinggalkannya itu ia tanggung. Itu semua ( baik amal yang
kecil maupun yang besar ), tidak akan di terima oleh Allah Ta’ala, kecuali
harta yang kita gunakan itu haruslah dari
harta kita yang halal lagi tayyib.
Janganlah kita menipu
diri kita sendiri atau menipu saudara-saudara kita, dengan apa yang telah kita
belanjakan banyak-banyak itu atau apa-apa yang telah kita keluarkan untuk niat
beramal islami ( yang bernilai ibadah ) akan memberatkan timbangan amal kita
besok. Artinya: Untuk menutupi kesalahan yang kita lakukan, kita bayar zakat,
kita berinfaq, kita belanjakan harta kita banyak-banyak untuk Fie Sabilillah.
Padahal harta yang telah kita dapatkan itu jelas-jelas bukan dari harta yang
jelas kehalalannya lagi tayyib. Apakah amal kita itu akan di terima oleh Allah
?? jawabnya tidak akan, berdasar hadist diatas ( HR. Muslim no.1015 ).
Ikhwanufiddien
Kalau teman-teman yang pada
akhirnya bisa diberangkatkan ( untuk pergi berjihad ke medan-medan jihad ) dari
sebagian harta yang telah kita infaqkan, atau anak-anak yang kita yang dulunya
pernah kita kasih uang saku jadi pintar-pintar, jadi sholeh dan sholihah, maka
hal itu karena Rahmat Allah Ta’ala semata. Bagi mereka itu tidak jadi masalah,
akan tetapi kita tidak mendapatkan apa-apa dari apa yang telah mereka lakukan
itu. Kita merasa di dunia telah berinfaq banyak-banyak, akan tetapi kita di akherat kelak tidak mendapat
apa-apa. Lalu ketika kita di akherat bertanya ( mana hasil amalku dulunya
ketika di dunia ), dan di jawab” Bukankah kamu dahulunya ketika
membelanjakannya mengambilnya dari uang yang tidak jelas sumbernya, dana yang
kamu sendiri tahu bahwa dana tersebut dari hal-hal yang diharamkan ?, maka hal
tersebut tidak bisa dimaafkan”.Karena nasnya sudah jelas dari hadist diatas.
Ikhwanufiddien
Orang yang kita tipu,
atau Jama’ah ( Kelompok ) yang tempat kita untuk beramal islami di dalamnya, mereka
semua tidak jadi masalah, sedangkan dosanya kita tanggung sendiri ( karena
ketidakjujuran kita atas kebersihan harta yang kita tasarufkan itu ).
Imam Ahmad bin Hambal rohimahullah
pernah ditanya seseorang, kalau kita diundang makan-makan oleh seseorang yang
mempunyai penghasilan dari transaksi-transaksi yang ada unsur ribawinya dan ada
transaksi-transaksi yang tidak ribawinya, maka kata Imam Ahmad bin Hambal: “
Silahkan kamu datang, silahkan kamu nikmati hidangan yang telah di sediakan,
sedangkan ribanya dia tanggung sendiri ( oleh si tuan rumah )”.
Oleh karena itu, di
sana pentingnya akan kebersihan harta yang akan kita tasarufkan di dalam
beramal islami. Harus kita perhatikan betul-betul, karena hal itu akan menjadi
barokah bagi semuanya, baik itu barokah bagi kita maupun barokah bagi mereka (
yang menikmati harta zakat, infaq, atau shodaqoh kita ).
2.
Kemaksiatan yang kita lakukan akan berpengaruh pada diri, keluarga dan
masyarakat dalam mendapatkan pertolongan Allah
Jika kita tidak bisa
aktif berkegiatan ( beramal islami secara berjama’ah ), jadi sakit sakitan,
anak-anak dan istri jadi kurang ta’at kepada kita ( kurang merespon
ajakan-ajakan kita ), maka hal tersebut yang pertama kali yang harus kita lihat
terlebih dahulu adalah; apa yang pertama kali kita masukkan kedalam perut kita,
kedalam perut anak-anak kita, ke dalam perut istri kita apakah yang sudah di
jamin 100 % kehalalannya atau masih tercampur dengan hal-hal yang syubhat?.
Jika masih, maka jangan salahkan siapa-siapa, salahkanlah diri kita sendiri
jika kita mendapatkan ujian dari Allah yang tidak kita inginkan.
Pengaruhnya terhadap
masyarakat adalah berkaca kepada peristiwa perang Uhud Yaitu ketidak taatannya sebagian
para pasukan pemanah atas perintah Rosulullah yang berjaga jaga diatas bukit
untuk tidak turun apapun keadaanya jika belum ada komando, janganlah untuk
turun. Karena ketidak taatannya atas perintah Rosulullah sedangkan harta
ghonimah sudah di depan mata dan nyata-nyata pada waktu itu telah menang,lalu
mereka yang ada diatas bukit sebagian ada yang turun, maka yang terjadi adalah
keadaan jadi berbalik dan 70 orang sahabat menjadi syuhada’. Apakah yang
menemui kesyahidan ( korban ) di kalangan para sahabat itu apakah diantara
kalangan para pemanah yang ikut turun dari atas bukit? Tidak!! Mereka yang jadi
Korban adalah orang lain yang bukan dari pasukan pemanah yang ada diatas bukit.
Jika ada
pertanyaan,bukankah bagi orang-orang yang menemui kesyahidan dan para anggota
keluarga yang ditinggalkan adalah suatu nikmat dari Allah?, memang itu suatu Rahmat
dan fadhal dari Allah ( bagi orang yang mati syahid dan keluarga yang ditinggal
). Akan tetapi bagi satu kesatuan Ummat yang utuh ( ada korban 70 orang dari
kalangan para sahabat Rosulullah r.a )
adalah satu musibah yang harus direnungi untuk tidak diulangi.
Ikhwan fillah
Sejarah akan berulang,
kemenangan itu bisa tertunda, musibah itu bisa menimpa saudara kita. Maka hal
itu bisa jadi merupakan dampak buruk dari kemaksiatan yang telah kita lakukan,
yang salah satunya adalah kita sudah tahu yang bahwasanya dalam transaksi yang
kita lakukan itu ada sesuatu yang haram atau syubhat akan tetapi kita nekat
untuk terus melanjutkannya dan tidak segera bertaubat dan menghentikannya.
3.
Allah hanya mengabulkan do’a orang yang hanya mengkonsumsi yang halal
Dalam hadist Arba’in
Nawawi di jelaskan
ثُمَّ
ذَ كَرَ الرَّ جُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَ يْهِ إِ
لَى السَّمَا ءِ يَارَبً يَارَبً وَ مَطْعَمُهُ حَرَا مٌ وَ مَشْرَ بُهُ حَرَا مٌ وَ مَلْبَسُهُ حَرَا مٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَا
مِ فَأَ نَّى يُسْتَجَا بُ لَهُ
“
Seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, kusut dan berdebu, lalu
menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: “ Ya Rabb….., Ya Rabb…”
sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya dari yang haram,
tumbuh dari yang haram, maka bagaimana mungkin dikabulkan do’anya?.”
Di samping itu
Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wassalam juga memerintahkan kita untuk menjauhi
hal-hal yang subuhat. Sebagaimana Hadist riwayat dari Nu’aman bin Basyir
Al-Anshari Al-Khazraji
....فَمَنِ اتَقَى الشُّبُهَا تِ فَقَدِ اسْتَبْرَ أَ لِدِ
يْنِهِ وَعِرْ ضِهِ ، وَمَنْ وَقَعَ فِيْ
الشُّبُهَا تِ وَقَعَ فِيْ الْحَرَا مِ .....
“ …….Maka barang siapa
yang menjaga diri perkara-perkara yang syubhat tersebut, berarti dia telah
menjaga dien dan kehormatannya, dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam
perkara yang syubhat, berarti dia telah terjerumus kepada yang haram…….(
HR.Al-Bukhari ( no 52 ) dan Muslim ( no 1599 ) )
Kita tiap pagi dan sore
melaksanakan dzikir ( do’a al-ma’tsurat ) di samping melakukan dzikir dan do’a
sehabis sholat fardhu dan sunah kita juga berusaha untuk melaziminya, akan
tetapi di saat yang lain makanan, minuman, pakaian, kendaraan kita masih ada
bau haramnya, maka kita tidak melaksanakan do’a atau dzikir tersebut jauh lebih
baik. Karena jelas-jelas tidak dikabulkan ( berdasar hadist arba’in Nawawi di atas
), lalu kita menipu orang lain, menipun diri sendiri telah melaksanakan do’a
ini sekian dan sekian, akan tetapi do’a kita tidak terpakai hanya lantaran kita
masih saja mengkonsumsi sesuatu yang haram atau syubhat.
4. Allah akan mengganti
harta haram yang kita tinggalkan dengan sesuatu yang lebih baik.
“ Sesungguhnya tidaklah
kalian meninggalkan sesuatu karena Allah, kecuali Allah akan menggantikan
bagimu sesuatu yang lebih baik dari apa yang kamu tinggalkan itu.” ( Hadist
riwayat Imam Ahmad ( di shohihkan oleh Syaikh Al-Albani ) )
Kita tinggalkan
harta-harta yang ada unsur ribanya, kita tinggalkan jual beli yang ada unsur
ghararnya, niscaya Allah akan mengganti dengan sesuatu yang jauh lebih baik dan
lebih banyak. Dari sana kita butuh satu keyakinan atas janji Allah dan janji
Rosul-Nya.
Yakin akan janji pertolongan
Allah, jika kita melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah Ta’ala,
sebagaimana keyakinan ibu Nabi Musa ‘Alaihi Wassalam ketika menjalankan
perintah Allah untuk menghanyutkan bayinya di sungai Nil.
Hanya karena kita ingin
kebersihan harta kita, maka kita jual seluruh aset-aset kita, kita tinggal
semua yang berbau ribawi, kita tinggalkan unsur-unsur yang ada ghararnya,
niscaya Allah akan mengembalikan harta kita ( sebagaimana Allah mengembalikan
Nabi Musa kepada Ibunya ) dengan cara Allah.
Oleh karena itu dari
awal ( sebelum melakukannya ) butuh keyakinan akan janji Allah, walaupun kita melakukan
satu tindakan yang tidak masuk akal menurut logika orang awam hari ini.
Ikhwanufiddien…..Ingatlah sebuah hadist yang
bunyinya:
“ Sesungguhnya seorang
hamba dengan rizkinya itu ada sebuah hijab, jika dirinya Qona’ah dan dia ridho,
rizki yang sudah di tetapkan baginya akan datang kepadanya. Akan tetapi jika
dia susah payah ( dalam mencari rizki ) dan merobek hijab ( merusak batas
antara yang halal dan yang haram ), maka Allah tidak akan menambah jatah rizki
yang di peruntukkan baginya.”
Itulah beberapa poin
yang harus kita perhatikan lebih dahulu pada diri kita, jika kita ingin
mendapat pertolongan dari Allah dalam beriqomatuddien ( beramal islami ) hari
ini. Karena harta yang halal lagi tayyib itu sangat penting sekali untuk di
perhatikan lebih dulu bagi setiap muslim yang ingin beramal islami.
DARIMANA
DATANGNYA HARTA HARAM
Sebab
Haramnya Harta
1.
Karena transaksi riba
Riba secara bahasa
adalah tambahan. Secara istilah adalah tambahan yang terjadi karena tukar
menukar barang ribawi atau karena terjadi pinjam meminjam.
Riba ada 2 :
1.
Riba
karena tukar menukar atau jual beli
2.
Riba
Karena hutang piutang
Harta
ribawi
Dari harta inilah asal
muasal riba itu muncul
1.
Emas
2.
Perak
3.
Korma
4.
Gandum
5.
Tepung
gandum
6.
Garam
Emas dan perak dianggap
satu jenis ( karena dianggap sebagai alat tukar ), sedangkan yang 4, korma,
gandum, tepung gandum dan garam ( bisa diqiaskan dengan makanan pokok ) juga dianggap
satu jenis.
1.Tukar menukar barang
yang sama, dari yang keenam tersebut emas dengan emas, atau perak dengan perak ( bisa diqiaskan Dollar
dengan Dollar,Rupiah dengan Rupiah ), korma dengan korma, gandum dengan gandum,
tepung gandum dengan tepung gandum, garam dengan garam ( bisa diqiaskan jagung
dengan jagung, beras dengan beras ) itu semua harus sama takarannya ( ukuran dan
jumlahnya ) dan harus kontan, walaupun kwualitas tidak sama tidak jadi masalah.Jika
salah satunya terjadi selisih, maka itu riba, dan jika waktunya tidak bersamaan
juga riba.
Contoh;
* Tukar uang rupiah
dengan rupiah, 100 juta sekarang sedangkan 100 jutanya lagi nanti sore, maka
hal itu merupakan riba nasi’ah.
2.Tukar menukar antar barang
yang sejenis (emas dengan perak, beras dengan gandum,jagung dengan kurma ) itu
harus kontan, meskipun takarannya boleh beda
.Contoh
* Tukar rupiah dengan
dolar ( 100 Ribu di tukar dengan 10 Dolar ) boleh tetapi harus kontan.
* Beras setengah kilo
di tukar dengan korma 2 Ons, boleh tapi harus kontan ( kalau tidak kontan
berarti ada unsur ribanya )
3.Kalau tukar menukar
antar jenis yang berbeda ( emas dengan beras, atau perak dengan kurma ), maka
timbangannya boleh beda dan waktunya pun boleh tidak kontan.
Contoh
*Tukar beras 100 Kg
dengan emas 10 Gram (atau uang), walaupun berasnya masih minggu depan ( hal
tersebut boleh ), dengan catatan jika terlambat tidak ada tambahannya ( jika
terlambat pembayarannya dan ada tambahannya berarti tambahan tersebut riba ).
Ikhwanufiddien…
Adapun dalil-dalil
tentang haramnya riba QS. Al-Baqarah 275
اَلَّذِيْنَ
يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لَا يَقُوْمُوْنَ إِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانَ مِنَ الْمَسِّ ، ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُوْا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰوا ، وَأَحَلَ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا
، فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَّبِّهِ
فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ ، وَأَمْرُهُ
إِلَى اللّٰهِ ، وَمَنْ عَادَ فَأُولٓئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ ، هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْانَ
.
“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.” ( QS. Al-Baqarah 275 )
Dan QS. Al-Baqarah
278-279
يٓأَ
يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ .
فَإِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا
بِحَرْبٍ مِنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ ، وَإِنْ
تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلِمُوْنَ .
“ Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah,dan
tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kalian benar-benar beriman. Kalau kalian
tidak melakukannya, ketahuilah, berarti kalian mengumumkan perang kepada Allah
dan Rosul-Nya. Jika kalian bertaubat, maka modal kalian tetap menjadi milik
kalian, yang riba harus di tinggalkan, dengan begitu kalian tidak mendzolimi
dan tidak di dholimi.” ( QS. Al-Baqarah 278-279 )
Berkenaan dengan ayat ini Imam Malik pernah ditanya; Imam Malik
bertemu dengan seseorang yang habis minum arak ( melakukan hal-hal yang tidak
senonoh ) selanjutnya orang tersebut mengucapkan kata-kata : “ Demi Allah jika
ada makanan atau minuman yang lebih haram dari pada khomer, kuceraikan istriku
dengan talak satu.” Setelah bicara demikian dirinya langsung bingung ( apakah
ucapan saya tadi jatuh apa tidak ya ?? karena saya tidak tahu apakah ada
makanan atau minuman yang lebih haram dari khomer ), lalu orang tersebut mendatangi
imam Malik dan bercerita kepadanya. Menanggapi cerita tersebut Imam Malik
berkata: “ Kamu pulang dulu, besok kamu datang lagi ke saya .” Keesokan harinya
orang tersebut datang lagi dan berkata Imam Malik: “ Istri kamu tercerai dengan
talak satu, kamu rujuk dia sekarang ( kalau kamu masih mau dan hati-hati dengan
omongan kamu ).” Orang tersebut bertanya: “ Kenapa bisa begitu?.” Jawab Imam
Malik: “ Ya, Karena aku tidak mendapati ada makanan atau minuman yang lebih
haram daripada riba.”
Dari perkataan Imam Malik tersebut berarti dosanya Khomer masih di
bawahnya dosa riba.
Ikhwanufiddien…
Sekarang ada pertanyaan: “ Jika dalam satu pertemuan kita disuguhi
makanan atau minuman yang haram, apakah kita mau memakan dan meminumnya?. Atau
setelah kita selesai melakukan satu pertemuan satu persatu yang hadir diberikan
uang saku dari hasil riba, apakah kita mau menolaknya apa tidak? ( atau
cepat-cepat dimasukkan ke dalam saku kita ).
Yang perlu jadi catatan: Dosa khomer tidak sampai sebagaimana dosanya
riba yaitu mengumumkan perang kepada Allah dan Rosul-Nya ( sebagaimana QS. Al
Baqarah 279 ).
Di samping itu dosa riba juga sebagaimana di jelaskan sebuah hadist
yang artinya:
“ Riba itu ada 72 pintu, pintu terendahnya riba dosanya seperti
seseorang yang menggauli ibunya.” (Hadist shohih menurut Syaikh Al-Albani )
2.
Karena ada unsur judinya
Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Ma’idah 90
يٓا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ
رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْانَ .
" Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan." ( QS. Al-Ma’idah 90 )
3.
Adanya unsur mendzolimi dalam transaksi
Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah 188
وَلَا
تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ
لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
.
“ Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” ( QS.
Al-Baqarah 188 )
4.
Adanya unsur gharar ( spekulasi )
Pembahasan Masalah
1.
Harta
karena transaksi riba
Di antara kategorinya
adalah :
1.
Menabung
di Bank konvensional
Para ulama’ membahas masalah
Bank konvensional tentang penggunaannya hari ini ( fasilitas yang diberikan
oleh Bank-bank di gunakan untuk mentransfer ) yaitu mudhorot itu harus dicegah
sekecil mungkin. Artinya jika kebutuhan kita untuk transfer di bank
konvensional di sisakan seminimal mungkin.
Contoh : aturan di Bank
konvensinal mengharuskan adanya dana sekian agar rekening kita yang ada di bank konvensional tersebut tidak
di tutup, dan jika ada yang transfer ke rekening kita, maka kita harus cepat-cepat
untuk mengambil uang tersebut ( walaupun dengan resiko kita harus bolak balik
ke bank ).
2.
Hadiah
undian dari Bank konvensional
Dari mana dana hadiah
undian itu asalnya? Umumnya hadiah undian diambilkan dari biaya-biaya
administrasi yang ada di bank konvensional kemudian diakumulasikan, sedangkan
hadiah undian tersebut jika berbentuk barang, maka kita uangkan lalu kita
masukkan ke kotak merah ( termasuk dana syubhat yang tidak boleh di manfaatkan
).
Contoh kasus: karena
punya rekening setiap bulannya di potong 5 ribu, karena punya ATM di potong 5
ribu, transfer antar bank setiap transfer di potong 5 ribu. Sebulan di total
potongan ada 50 ribu, sedang kita mendapat bunga sebulan 50 ribu ( bunga 50.000
kita gunakan untuk ongkos administrasi selama sebulan ). Harusnya bunganya kita
ambil, lalu kita masukkan kotak merah, sedangkan biaya-biaya administrasinya
kita ambil dari saku pribadi kita yang bersih untuk memperlancar bisnis kita.
Karena dari awal kita ingin bermuamalah dengan orang kafir, sedangkan dalam
bermuamalah haruslah jujur.
3.
Gadai
dengan memanfaatkan kesepakatan barang gadai
Contoh kasus: Punya
uang 3 juta, lalu mencari orang yang ingin menggadaikan sepeda motornya.
Setelah ketemu yang punya motor, dia bilang; “ Motor di gadaikan sama saya
dengan sejumlah uang tiga juta, mengembalikannya dua tahun ( walaupun tanpa
tambahan uang dalam mengembalikannya ), akan tetapi motor tersebut di pakai
oleh si pemilik uang yang 3 juta tadi ( maka hal tersebut sama juga ada unsur
ribanya ). Dan hal tersebut banyak terjadi di masyarakat hari ini.
4.
Jual beli kredit dengan denda jika terlambat
pembayaran kreditnya
4.a Jual beli Inah
Yaitu jual beli yang sifatnya
akal-akalan, supaya bisa bertransaksi ribawi
Contoh kasus: Aslinya
saya butuh uang 10 juta kontan hari ini, saya tahu Si A punya uang banyak,
lantas dia bilang pada si A “ Mas Leptopku ini canggih, tolong anda beli dengan
harga 10 juta kontan, nanti akan saya beli lagi secara kredit seharga 12 juta.
4.b Jual beli Tawarruk
Yaitu jual beli yang
sifatnya akal-akalan, supaya bisa bertransaksi ribawi akan tetapi melibatkan
tiga orang dan di rencanakan.
Conto kasus: Saya butuh
uang 10 juta, saya tau Si A butuh computer dengan bayar uang kontan. Ada Si B
yang ingin jual computer, lalu saya beli secara kredit seharga 12 juta (
diangsur perbulan 1 juta selama setahun dan dia mau ), lalu saya jual ke A
secara kontan seharga 10 juta ( karena saya saat itu butuh uang kontan 10 juta
). Itulah jual beli ribawi secara tawarruk (di rencanakan). Hal tersebut sangat
berpengaruh dengan niat awal kita sebelumnya.
5.
Kartu
kredit.
Kartu kredit umum, yang
disana tentunya ada satu aturan aturan yang telah di sepakati dan di tandatangani
( kememberan, ada denda jika terlambat membayarnya ). Walaupun dalam
pembayarannya kita tidak terlambat dan tidak kena denda, akan tetapi kita telah
menanda tangani surat kontrak perjanjian, maka hal tersebut sama saja kita
menyetujui praktek ribawi berjalan. Akan tetapi jika kredit tidak pakai denda
dan jika terlambat juga tidak ada dendanya, maka hal tersebut boleh-boleh saja.
6.
Kartu
diskon
Untuk mendapatkan kartu
diskon tersebut kita iuran tahunan ( 25 ribu atau seratus ribu dan tiap-tiap
toko beda-beda pembayarannya ), maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Ribanya
yaitu kita bayar 25 ribu atau 100 ribu di depan, hanya untuk mendapatkan potongan
harga ( yang seharusnya potongan harga itu tidak kita bayarkan akan tetapi kita
dapatkan ). Karena waktunya tidak bersamaan dan juga jumlahnya tidak sama
besar, itulah kategori riba.
7.
Tukar
uang lama dengan uang baru ( menjelang hari raya datangnya biasanya )
Itulah beberapa poin
haramnya harta yang berkaitan dengan transaksi ribawi.
2.
Transaksi
yang ada kaitannya dengan unsur judi
Ikhwanufiddien
Diantara kategori
transaksi yang ada unsur judi adalah :
1.
Undian
yang pakai bayar
Contoh kasus: SMS
berhadiah, ketik reg spasi …….kirim ke 7288 berhadiah 5 juta
2.
Belanja
berhadiah jika niat berubah
Contoh kasus: Jika beli
minyak goreng di pasar harganya di pasar 22 ribu 2 Kg, sedangkan di sebuah toko
( indomaret misalnya ) harganya 22.500 untuk 2 Kg tetapi dapat kupon undian
berhadiah. Jika niatnya memang beli minyak goreng, mestinya ia cari yang lebih
murah harganya ( bukan cari yang nantinya ada hadiahnya )
3.
Lomba
berbayar.
Letak judinya dengan kita
membayar, meskipun hadiah dari sponsor. Karena orang ingin ikut kebanyakan
ingin hadiahnya, bukan ingin ikut lomba. Jika lomba tersebut tanpa bayar
sedikitpun, maka hal tersebut satu hal yang sia-sia, sedang para ulama’ yang
membolehkan adanya perlombaan yaitu yang berkaitan dengan meningkatkan
kecerdasan dan melatih ketrampilan untuk jihad fie sabilillah saja.
4.
Arisan
sitem gugur
Contoh kasus:
Pesertanya sampai 250 orang, yang dapat duluan otomatis tidak perlu bayar lagi.
Orang dapat pertama kali dapat mobil, yang ke dua dapat mobil jelek, yang
ketiga dapat motor, yang keempat dapat motor jelek, ke lima uang 10 juta,
keenam 5 juta, ketuju sampai kesepuluh 2.5 juta, nomer 11 dan seterusnya
uangnya yang telah di bayarkan akan kembali utuh ( akan tetapi yang terjadi
kebanyakan uangnya tidak kembali ). Dan Arisan itu sendiri di permasalahkan
oleh para ulama’.
Jika seorang peserta
arisan mundur dan yang mundur menawarkan ke orang lain untuk menggantikan
posisi dirinya dalam arisan, maka orang yang menggantikan posisi dirinya akan
mendapatkan lebih ( uang yang sudah saya masukkan dulunya ). Hal yang demikian
termasuk kategori riba.
3.
Transaksi
yang ada unsur kedzolimannya
Diantara kategorinya
adalah:
1.
Harta
yang tercampur zakat yang belum ditunaikan ( dholimnya kepada Allah Subhanahu
Wata’ala )
2.
Jual
beli barang secara terpaksa ( dholimnya kepada sesama manusia )
3.
Jual
beli barang haram ( dholimnya kepada Allah Subhanahu Wata’ala )
4.
Jual
beli barang najis ( dholimnya kepada Allah Subhanahu Wata’ala )
5.
Jual
beli barang yang berbahaya menurut logika kebanyakan orang awam.
Artinya menjual barang
kepada orang yang tidak bisa memanfaatkannya, atau jika dia memegangnya hal itu
akan berbahaya buat dirinya.
Misalnya jual beli
pistol atau senjata perang kepada anak yang belum baligh
6.
Jual
beli darah dan organ tubuh manusia
7.
Jual
beli barang yang dipromosikan dengan lebai ( berlebih-lebihan )
Contoh kasus: Jual obat
herbal yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit, padahal obat tersebut belum
ada uji kelayakan kebenarannya. Padahal orang kafir dalam membuat obat di pilah
pilah (obat flu sendiri, obat diare sendiri, dll )
Atau kalau dahulu yang
pernah marak jual beli bunga gelombang cinta dan sejenisnya..
8.
Jual
beli yang makruh ( mencari kesempatan dalam kesempitan )
Contoh kasus: Kita
menjual tiket yang tinggal satu dan ada orang yang butuh tiket tersebut, lantas
harga kita naikkan sesuai kehendak kita.
4.
Transaksi
yang ada unsur ghararnya ( spekulasi )
Diantara kategorinya
adalah:
1.
Menjual
buah yang belum siap panen
2.
Menabung
semen dan bahan bangunan lain
Contoh kasus: Mau
bangun rumah tetapi dananya tidak banyak, datang ke toko bangunan kenalannya
lantas dia bilang: “ Saya mau nabung semen 10 sak, semen hari ini seharga 75
ribu. Diambil sewaktu dia mau bangun rumahnya, dan si pemilik toko bangunan
sepakat.” ( saya untuk 10 sak semen jika saatnya bangun rumah harganya naik dan
masih bisa ambil 10 sak semen, sedangkan si penjual untung 750 ribu yang
uangnya bisa di putar saat itu berkali-kali )
Hal tersebut secara
duniawi untung, tetapi rugi secara akheratnya ( karena melanggar syar’i, barang
yang di perjual belikan harusnya harganya berapa dan barangnya yang mana jadi
tidak jelas ). Tidak melanggar syar’i jika semen tersebut di simpan di tempat
khusus, sampai pada saat kita ambil semen tersebut untuk bangun rumah ( rusak
tidaknya semen tanggungan kita ).
3.
Gaduh
ternak
Contoh kasus: Saya
punya sapi, lalu saya menyuruh si A untuk memeliharanya selama setahun.. Sapi
saya itu seharga 10 juta pada mulanya, jika si pemelihara berhasil
menggemukkannya dan di jual laku 20 juta, maka keuntungannya akan di bagi dua
sama rata ( hal tersebut tidak di perbolehkan ). Karena tidak adanya kejelasan bagi
si pemelihara ternak tersebut perharinya di bayar berapa ? seharusnya si
pemelihara perharinya kita bayar ( 10 ribu misal ) lalu kita kalikan 364 hari,
lalu sapinya kita ambil dan keuntungan penjualan jadi milik kita semua ( besar
kecil keuntungan resiko kita sendiri ).
Gaduh juga berlaku pada
hasil-hasil pertanian.
Ada beberapa yang di
kecualikan oleh Rosulullah berkenaan dengan hal yang ada di sawah ( Muzaro’ah
). Muzaro’ah itu adalah kita meminta kepada saudara kita untuk menggarapkan
sawah kita dan semua biayanya dari kita ( hal tersebut yang di perbolehkan dan
di kecualikan oleh Rosulullah ).
Hukum asal yang tidak
di perbolehkan yaitu di dalam tijaroh yang tidak jelas upahnya berapa, maka hal
tersebut tidak di perbolehkan.
4.
Asuransi
( berlaku bukan hanya pada asuransi konvensional saja, tapi juga berlaku pada
asuransi syari’ahnya )
Ghorornya terletak
pada: Awalnya kita bayar premi, dalam waktu sekian bulan kalau kita kecelakaan
( tergantung asuransi apa yang kita pilih, apakah asuransi jiwa, asuransi
barang, atau yang lainnya ) kita akan mendapatkan ganti yang tidak jelas ( uang
yang kita bayarkan dengan uang yang kita dapatkan tidaklah sama jumlah
nominalnya ).
Pada asuransi
konvensional ( jasa raharja, jiwa sraya, bumi putera, dll ) tidak hanya ada
unsur ghararnya saja tetapi juga ada unsur ribanya.
Contoh kasus pada Jasa
Raharja. Uang yang di dapatkan diambil dengan cara yang dholim, kita dipaksa
untuk membayarnya ( waktu bikin SIM, perpanjangan STNK, naik pesawat terbang,
dll ) dan uang yang telah terkumpul tersebut di putar oleh perusahaan asuransi
secara ribawi ( dan itu pasti ). Lalu kita mendapatkannya dengan cara apa dan
gara-gara apa apakah dengan kita membayar premi yang dipaksa pada saat kita
buat SIM, perpanjangan STNK, naik kereta api, dll. Jika ya, maka harta tersebut
bukanlah harta kita dan juga bukan harta yang kita dapatkan secara benar.
Ikhwanufiddien
Catatan penting yang
terkait dengan transaksi-transaksi ini
1.
Yang
dijadikan sebagai patokan adalah niat atau maksud dan hakekatnya, bukan lafal
dan tampilan-tampilan akad
Jadi, walaupun di dalam
Bank Mu’amalat itu melafalkan pertama murni syari’ah, para pegawainya
berkerudung dan berpeci, lantas kita langsung percaya 100 % yang di dalamnya
sudah sesuai syari’at?. Akan tetapi haruslah kita lihat akad per akadnya di
dalam bank tersebut ( sesuai dengan syari’at apa tidak ) dan hakekatnya
bagaimana serta sebelum kita melakukan suatu akad, maka kita harus teliti
terlebih dulu, yang kita setujui itu akad apa.
2.
Bisa
jadi transakasi sah, tetapi pelakunya berdosa
Contoh kasus adalah
pada transaksi tawarruk, transaksinya sah sedangkan dua orang yang tidak
mempunyai niatan untuk tawarruk tidak berdosa, sedangkan seorang yang mempunyai
niatan untuk tawarruk yang berdosa. Oleh karena itu kita janganlah menyiasati
atau melakukan khillah terhadap hal-hal yang di haramkan
Masih melakukan
transaksi di hari jum’at ( bagi laki-laki ) sedangkan panggilan sholat jum’at
telah berkumandang. Transaksinya sah, akan tetapi pelakunya yang berdosa. Hal
tersebut berlaku pada semua akad atau keadaan, tidak hanya sebatas jual beli
saja.
3.
Memilih
suatu ijtihad berarti memilih konsekwensinya pada ijtihad turunannya
Contoh kasus Jika hati kita
memilih ijtihad ulama’ yang menyatakan bahwa kasus MLM ( multi level marketing
) adalah haram di lakukan, maka kita juga harus mengikuti semua fatwa yang
menjadi ikutan setelahnya.
Atau untuk negeri ini belum bisa kita untuk mengangkat
senjata ( ijtihadnya ulama’ ahlush shughur ), berarti produk-produk turunannya
( fatwa-fatwa ) yang berkaitan setelahnya juga harus kita ikuti. Tidak bisa
kita ikut yang bagian itunya, sedangkan pada bagian yang lainnya kita tidak
sepakat.
Atau terkadang ijtihad
itu dipilih bukan atas dasar pilihan kita sendiri, tetapi ijtihad secara jama’I
( kumpulan orang-orang yang ingin melakukan satu amal islami secara
bersama-sama dalam satu wadah yang terorganisasi sepakat memilih satu ijtihad
fatwa ulama’ ) dan jika kita termasuk di dalamnya, maka hal itu juga merupakan
satu pilihan kita yang kita laksanakan secara bersama-sama. Jika di dalam wadah
tersebut kita di minta untuk seragam (bersama-sama untuk berislam yang baik),
ya kita juga harus mau untuk seragam ( walaupun itu satu perkara yang merupakan
satu ijtihadiyah ), tetapi pada satu perkara-perkara yang di sana kita bisa
bebas, ya tidak apa-apa kita bebas.
Taubat Dari
Harta Yang Haram
Ikhwanufiddien
Bagaimana cara kita taubat
dari harta yang haram:
1.
Harus
berhenti melakukannya
2.
Jika
dari harta haram yang di dapatkannya tanpa adanya saling ridho diantara kedua
belah fihak, maka harta yang haram itu haruslah di kembalikan pada pemiliknya (
walaupun kita harus mencari si pemiliknya ( pihak yang lain ) terlebih dulu.
Kalau si pemiliknya tempo dulu tidak ketemu, maka kita harus bersedekah atas
nama si pemiliknya tempo dulu dengan nilai nominal sebanyak dahulu itupun kita
juga harus berkomitmen jika sewaktu-waktu saya ketemu si pemiliknya saya akan
mengembalikannya.
3.
Jika
dari awalnya kedua belah fihak sudah saling ridho, tetapi dalam harta tersebut
ada haramnya (ada unsur ribanya, dholimnya, ghorornya dan ada judinya ), maka
harta yang ada unsur tidak jelasnya itu kita ambil lalu kita serahkan ke baitul maal atau di masukkan ke
kotak merah.
Petanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan masalah riba
1. Hukum bertransaksi atau
melakukan syirkah dengan orang yang hartanya tidak jelas.
a). Jika hartanya didapatkan
murni dari harta riba 100 %( tidak ada sumber yang lain selain sumber riba ),
maka tidak diperbolehkan bertransaksi dengan orang tersebut ( pendapat yang
paling kuat ) hal tersebut dilakukan supaya dia jera dan meninggalkan
transaksinya itu. Sedangkan hasil dari
transaksi jadi haram, karena sumber awalnya sudah haram dulu. Dan jika kita
berkunjung ke rumahnya dan disuguhi makanan atau minuman, maka kita janganlah
memakan atau meminumnya ( sebagai bentuk kehati-hatian )
b). Jika hartanya
tersebut campur ( ada yang ribanya dan ada yang tidak ), dan kita tidak tau, maka
hal tersebut di perbolehkan bertransaksi dengannya, dengan satu asumsi harta
yang di gunakannya itu bukan harta riba, sedangkan harta ribanya akan di
tanggung si pemiliknya sendiri. Dan yang terpenting adalah bagaimana usaha
maksimal kita meminimalisir praktek-praktek yang berbau ribawi. Sedangkan jika
masih terdapat harta ribanya dari hasil transaksinya itu, maka ribanya kita
ambil lalu di masukkan kotak merah di Baitul Maal.
2.
Menerima
bantuan-bantuan yang sumbernya tidak jelas.
Oleh Allah kita di
larang tolong menolong dalam keburukan, sedangkan kita tahu persis di dalam
setiap bantuan-bantuan tersebut ada unsur keburukannya dan ada unsur
korupsinya. Jika kita sepakat menandatangani surat perjanjian penerimaan
bantuan, maka hal tersebut sama saja kita tolong menolong dalam keburukan dan
kita termasuk ikut dosa di dalamnya. Sehingga akan berakibat malas kita untuk
beramal islami karena mengkonsumsi barang yang syubhat.
3.
Memberikan
uang pelicin ( kepada broker ) guna meraih satu pekerjaan atau tender pekerjaan
Jika kita memberikan
uang pelicin (kepada sang broker) itu kalau untuk mendapatkan hak kita, atau
tender pekerjaan, maka hal tersebut diperbolehkan. Kita yang memberikan uang
pelicin ( kepada broker ) tersebut tidak berdosa ( karena untuk mengambil hak
kita, atau tender pekerjaan tersebut ), sedangkan orang yang meminta uang
pelicinlah ( sang broker ) yang berdosa Akan tetapi jika dengan menggunakan
uang pelicin tersebut orang lain yang lebih berhak dari kita menjadi tidak
mendapatkan haknya, maka hal tersebut dinamakan rishwah (di haramkan).
Bagaimana jika kita
ikut bekerja di dalamnya ? Selama kita bukan sang broker dan pekerjaan tersebut
jelas-jelas pekerjaan halal bukan untuk membikin Gereja, bukan membangun tempat
pelacuran, membuat gedung-gedung yang di situ akan dilaksanakan kemaksiatan atau
pekerjaan yang membuat rekening, maka bekerja di situ di perbolehkan.
4.
Larangan
sertifikasi dan bagaimana konteksnya dan konsekwensinya
Sertifikasi di dalam
prosesnya banyak sekali penyimpangan-penyimpangan dan dan penipuan-penipuan
yang dilakukan oleh para pengambil sertifikasi. Sedangkan hakekat sertifikasi
itu, jika tujuannya untuk melihat apakah seseorang itu layak untuk mengajar dan
meningkatkan kwualitas di bidang pengajaran ( itu boleh ). Akan tetapi
perkembangannya sertifikasi itu sekarang tujuannya adalah sejumlah uang yang
ingin dicarinya dan umumnya pemerintah ingin menggelontorkan dana yang nantinya
bisa di sunat-sunat di sepanjang jalan, sehingga kita ikut sertifikasi sama
halnya kita juga ikut melancarkan proses yang tidak benar itu sendiri.
Lalu sesudahnya.
Sesudahnya itu, uang tersebut datangnya dari mana ( minimal sumber dananya dari
yang campur aduk kehalalannya )?? Mengapa kita tidak mencukupkan diri dengan
gaji dimana tempat kita bernaung dalam
mengajar.
5.
Jual
beli pulsa elektrik yang terkait dengan naik turunnya harga dari pusat ke agen,
bagaimana hal itu ??
Jika memposisikan diri
kita sebagai broker, artinya saya membuat pernyataan: “ Saya mengambil
keuntungan 200 rupiah (misal) dari setiap transaksi yang melewati saya (
berapapun harga yang di keluarkan oleh pusat saya jualnya plus 200 rupiah ke
agen ), maka hal itu diperbolehkan.
Yang jadi masalah jika
kita memainkan harga, ketika masih masanya promosi diumumkan ini harganya
sekian dan sekian harga mengikuti ketentuan pusat. Tapi kita punya niatan kalau
sudah banyak dan kalau pusat menaikkan harga ( 100 rupiah misal ) lalu kita
naikkan sendiri 150 rupiah di samping tambahan keuntungan 200 rupiah yang kita
umumkan sebelumnya. Maka hal tersebut tidak diperbolehkan, karena kita melakukan
transaksi yang ada system ghararnya.
6.
Mengambil
sebagian uang titipan untuk keperluan operasional menyampaikan titipan
tersebut.
Pertanyaanya dari awal
kenapa kita tidak terus terang, untuk menyampaikan titipan kita perlu dana
sekian. Harusnya uang titipan tersebut tidak boleh kita otak atik, sedangkan
dana untuk menyampaikan titipan tersebut diambilkan dari saku pribadi kita
sendiri atau sumber dana yang lain selain dana titipan itu sendiri, yang hal
tersebut sebagai satu bentuk amal sholeh kita.
Di sanalah beratnya
menyampaikan amanah.
7.
Harta
gono gini ( harta dari suami dan harta istrinya ) yang tercampur akad sirkah.
Di dalam akad sirkah
dan juga di dalam akad mudhorobah di sana ada sifat ghorornya, akan tetapi ghorornya
tidak dianggap oleh syari’ah (tidak dianggap dan tidak mempengaruhi akad
berarti boleh)
Contoh kasus: Ada dua
orang berserikat si A dan si B sepakat untuk jualan laptop, masing-masing
mengeluarkan modal 100 juta, lalu campur modalnya. Dari dua modal tersebut di
belikan laptop dengan tipe-tipe yang telah disepakati, di jual di tempat yang
berbeda, dan keuntungannya nanti di bagi dua (karena modal sama). Berjalannya
waktu toko si A laris, sedangkan toko si B sepi. Setelah berjalan sebulan,
keadaannya sama sampai berjalan dua bulanpun keadaannya sama (toko si A ramai,
toko si B sepi). Sampai waktu yang di sepakati, waktu 3 bulan selesai semua laptop
habis, maka pembagiannya harus sesuai dengan kesepakatan, walaupun di toko B
tidak laku-laku, walaupun yang laris di toko A. Tidak di perbolehkan, karena di
tempat si A laris, maka jatah si A harus lebih besar dari si B.
Itulah contoh model
ghoror yang di perbolehkan dalam syari’at.
Jika tidak ada
kesepakatan diawal, maka syari’at memberlakukan kebiasaan hukum yang berlaku di
masyarakat atau kembali kepada sifatnya kerja sama, maka pembagiannya 50;50,
jika ada kesepakatan di awal 70;30 boleh, karena awal akadnya syirkah dan
modalnya dari mereka berdua
Walaupun sudah
melakukan akad sirkah, dan di awal sudah dihitung laba ruginya, maka sang suami
tetap masih berkewajiban menafkahi sang istri, kecuali di awal sang istri sudah
bilang untuk membebaskan sang suami untuk menafkahi dirinya (karena pekerjaanya
yang tidak tentu ada).
8.
Transaksi
barang yang mana barangnya tidak ada, apakah boleh di pesan sekarang tetapi
bayarnya tempo.
Maka hal tersebut tidak
di perbolehkan (namanya hutang dengan hutang), yang boleh itu pesan barang
uangnya sekarang tetapi barangnya kapan-kapan. Atau yang di perbolehkan
barangnya sekarang tetapi uangnya besok.
9.
Masalah
kredit barang, yang mana karena kita kesulitan mencari barang yang di pesan maka
kita memberikan sejumlah uang plus uang transportnya kepada si pemesan barang.
Hal tersebut tidak
boleh di lakukan oleh orang yang mengkreditkan barang, karena dari sanalah awal
pintu masuknya syetan dan yang pada umumnya di lakukan oleh bank-bank syari’ah.
Di antara hikmahnya Islam melarang seperti itu adalah untuk memagari kita
sebagai orang beriman dari awal sebelum melakukan suatu akad, yang boleh jadi
setelah orang yang mendapatkan uang untuk mendapatkan barang yang diinginkan ia
mencari barang yang kwalitasnya baik, tetapi setelah dapat sejumlah uang dia justru
mencari barang yang kwalitasnya kurang baik dan nota pembeliannya di buat
sebagai nota barang yang berkwalitas baik plus ongkos transportnya.
10. Jual beli makanan pokok
( beras misalnya ), Kita sebagai pedagangnya, harga jual barang yang
menentukannya kita kepada si pembeli, akan tetapi barang dagangan tersebut kita
beli secara kredit dan telah di sepakati harganya, bolehkah seperti itu ?
Hal itu boleh di
lakukan karena kita yang menanggung untung ruginya
11. Jika kita sebagai
broker ( calo, atau makelar barang ) berapa ketentuan maksimal nominal yang
boleh kita ambil ?
Jika posisi kita
sebagai calo,maka kita tidak boleh menentukan harga barang, karena barangnya
bukan milik kita dan kita bukan pembelinya. Kita hanya boleh menawarkan harga
barang kepembelinya sesuai dengan apa kata si penjual apa adanya. Seorang
broker atau calo hanyalah mendapat komisi dari barang dan harganya yang di
tawarkan ke si pembeli, itupun komisinya harus dari satu pihak saja ( dari si
penjual saja atau dari si pembeli saja ). Tidak boleh kita minta komisi kepada
si pembeli dan kepada si penjual barang.
Jika si penjual
menyerahkan kepada kita harga jual barang tersebut kepada si pembeli, yang
tentunya kita sudah memikirkan bagaimana barang tersebut cepat laku,maka para
ulama’ membatasi pressing harganya tidak boleh lebih dari 30 % dari harga pada
umumnya.
12. Jual jasa yang
pekerjaannya sebenarnya ringan (dunia computer dan elektronik), tetapi karena
banyak orang tidak tau ilmunya maka pekerjaan itu kelihatannya sulit. Bolehkah
kita mematok harga yang tinggi dari satu pekerjaan itu ?
Jika sudah ada
kesepakatan harga antara orang-orang yang berprofesi pada pekerjaan itu, maka
hal itu harus ditepati, karena jika tidak ditepati maka hal tersebut dapat
merugikan pada orang lain yang seprofesi dengannya.
13. Memberdayakan orang
yang menerima zakat menjadi orang yang dapat mengeluarkan zakat, akan tetapi
dana dari pemberdayaan itu diambilkan dari dana zakat maal.
Pada dasarnya, niat
yang baik tidak dapat merubah status akad yang salah jadi benar. Sedangkan
pertanyaan tersebut sesuatu yang tidak di benarkan oleh syari’at, dan para
ulama’ salaf tidak pernah melakukan hal tersebut. Jika hal tersebut sudah
dilakukan, maka hal tersebut harus dihentikan, jika masih niat ( atau belum),
maka niat tersebut harus di hapuskan.Karena tidak semua orang bisa di berdayakan.
Fakir miskin itu mungkin dirinya jadi fakir miskin karena banyak dana zakat
yang di terimanya tetapi selalu habis untuk menutup kebutuhan diri dan
keluarganya sehari hari, apalagi disuruh memberikan keuntungan 50 % dari harta
zakat yang di berikan kepadanya untuk ia kelola.
Jika dana pemberdayaan
itu diambilkan dari dana infak, akadnya hanya setahun, dirinya tidak di bebani syarat
untuk mengembalikan dan memberikan keuntungan ( baik kepada kita atau kepada
orang lain ), maka hal itu bagus dan diperbolehkan. Akan tetapi jika dibebani
syarat harus mengembalikan dana apalagi harus memberikan keuntungan, maka hal
tersebut tidak diperbolehkan, karena boleh jadi dirinya akan mengalami kerugian di dalam membina usahanya itu dalam satu tahun. Jika
dirinya berhasil, hanyalah apa yang di bebankan oleh Allah dan Rosul-Nya atas
diri seorang muslim yang mampu yaitu mengeluarkan zakat, berinfaq dan
bershodaqoh.
Dengan dalih sebagai Amil
zakat, lantas dana operasional Baitul Maal diambilkan dari dana Zakat Maal yang
telah terkumpul, maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Karena Amil itu sendiri
diangkat oleh seorang Amir atau kholifah Daulah Islamiyah, sedangkan hari ini
wujud dari Daulah Islamiyah belumlah ada. Sedangkan untuk membiayai operasional
sebuah Baitul Maal agar tetap berjalan, maka diambilkan dari dana infaq dan
shodaqoh yang sunah.
Penutup
Ikhwanufiddien
Alhamdulillah, Allah
Azza Wajalla memberikan beberapa kemudahan sehingga terselesaikannya risalah
kecil translate dari bentuk audio ke dalam bentuk tulisan yang berjudul “ Mu’amalah
Maliyah Syar’iyyah “ yang di dalamnya terdapat beberapa poin penting. Dalam
tulisan tersebut tentunya masih banyak kekurangannya dalam memberikan
contoh-contoh mu’amalah yang terjadi di masyarakat hari ini yang belum
tercantumkan, kami selaku penulis seraya beristighfar kepada Allah. Harapan
penulis, berangkat dari beberapa poin yang di sebutkan dan contoh-contoh kasus
yang di kemukakan itu semoga pembaca dapat menambahkan sendiri beberapa
kasus-kasus yang sedang terjadi. Semoga risalah kecil ini bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya, baik itu manfaat dunianya ( menjadikan harta kita bersih,
yang mana kebersihan tersebut sebagai sarana penyempurna amal-amal ibadah kita
kepada Allah ), lebih-lebih manfaat aherat kita ( diakui Oleh Allah, di
masukkan kedalam golongan orang-orang yang bertaqwa, di masukkan kedalam Jannah-Nya
dan dapat meraih ridho-Nya ). Amin
0 komentar:
Posting Komentar