Subscribe: Playlist Abu Rusydan
Photobucket HUmvee2 Photobucket

Sparkline

Home » » KARTOSUWIRJO

KARTOSUWIRJO

-->





Ketika Pejuang Islam Dituduh Pemberontak





Nama Kartosuwiryo lebih identik di sebut sebagai pemberontak di telinga orang awam Indonesia. Cap pemberontak ini semakin melekat saat beliau mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia ( NII ). Sejarah hanya di tulis oleh mereka yang memenangkan pertempuran. Karena yang memenangkan jalannya pertempuran di akhir babak adalah Orde Lama dan di teruskan oleh Orde Baru, maka sejarah bangsa Indonesia secara otomatis di tulis oleh Sang penguasa waktu itu.





  Masa Pendidikannya

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, demikian nama lengkap dari Kartosuwiryo. Beliau di lahirkan 7 Januari 1907 di Cepu, sebuah kota kecil antara Blora dan Bojonegoro yang menjadi daerah perbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Di kota ini budaya Jawa Timur dan budaya Jawa Tengah bertemu dalam satu garis budaya yang unik.
Ayahnya bernama Kartosoewirjo, bekerja sebagai mantri pada kantor yang mengkoordinasikan para penjual candu di kota kecik Pamotan, dekat Rembang. Pada masa itu mantra candu sederajat dengan jabatan sekretaris Distrik. Dalam posisi inilah, sang ayah Kartosoewirjo mempunyai satu kedudukan yang cukup penting sebagai seorang pribumi yang mampu menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan garis sejarah anaknya. Kartosuwiryopun mengikuti garis tali pengaruh ini hingga pada usia remajanya.
Dengan kedsudukan istimewa yang dimiliki oleh ayahnya serta makin mapannya “ Gerakan Pencerahan Indonesia “ ketika itu, kartosuwiryo di besarkan dan berkembang. Ia terasuh di bawah system rasinal Barat yang mulai di cangkokkan oleh Belanda di tanah jajahan Hindia.
Suasana politis ini juga mewarnai pola asuh ayahnya yang berusaha menghidupkan suasana kehidupan keluarga yang Liberal. Masing masing anggota keluarga mengembangkan visi dan arah pemikirannya yang berbeda beda. Beliau mempunyai seorang kakak perempuan yang tinggal di Surakarta pada tauh 50-an yang hidup dengan penuh keguyupan, dan seorang kakak laki laki yang memimpin Serikat Buruh Kereta Api pada tahun 20-an, ketika di Indonesia terbentuk Serikat Buruh.

Pada tahun 1911 para aktivis di Indonesia ramai ramai mendirikan Organisasi, pada saat itu beliau berusia 6 tahun dan masuk sekolah ISTK ( Inlandche School der Tweede Klasse ) atau sekolah “ kelas dua “ untuk kaum Bumi Putra di Pamotan. Empat tahun kemudian beliau melanjutkan sekolah ke HIS ( Hollandche Inlandche School ) di Rembang. Tahun 1919, ketika orang tuanya pindah ke Bojonegoro, mereka memasukkan Kartosuwiryo ke sekolah ELS ( Europeesche Lagere School ), bagi seorang putra : “ pribumi “, HIS dan ELS merupakan sekolah elit. Hanya dengan kecerdasan dan bakat yang khusus yang dimiliki Kartosuwiryo, maka dia bisa masuk kesekolah yang di rencanakan, sebagai lembaga pendidikan untuk orang Eropa dan kalangan masyarakat Indo-Eropa.
Sewaktu remaja di Bojonegoro inilah Kartosuwiryo mendapatkan pendidikan agama dari seorang tokoh bernama Notodiharjo yang menjadi “ Guru “ agamanya. Dan dia adalah tokoh Islam modern yang mengikuti jejak Ahmad Dahlan ( pendiri Muhammadiyah ). Sehingga tidak berlebihan ketika itu, Notodiharjo sendiri kemudian menanamkan banyak aspek kemodern-nan Islam kedalam alam pikiran Kartosuwiryo. Wajar jika pemikiran pemikirannya sangat mempengaruhi bagaimana Kartosuwiryo bersikap dalam merespon ajaran ajaran agama Islam.
Pada tahun 1923, setelah menamatkan pendidikan di ELS nya, Kartosuwiryo pergi ke Surabaya melanjutkan studinya pada NIAS ( Nederlandsch Indische Artsen School ), sekolah kedokteran Belanda untuk kalangan pribumi.
Pada saat kuliah inilah ( 1926 ) beliau terlibat dengan banyak aktivitas organisasi pergerakan Nasionalisme Indonesia di Surabaya.
Selama kuliah Kartosuwiryo mulai berkenalan dengan para pemikir pemikir Islam. Sehingga beliau mulai mempelajari Islam secara serius. Begitu seriusnya, beliau sampai terwarnai dengan pemikiran Islam Minded.
Sehingga semua aktivitasnya hanya untuk mempelajari Islam semata dan berbuat untuk Islam semata.

Beliaupun sering meninggalkan aktivitas kuliah dan tidak begitu peduli dengan ilmu ilmu yang diajarkan di sekolah Belanda, tentunya setelah banyak membaca dan mengkaji buku buku dari berbagaio disiplin ilmu, dari kedokteran sampai ilmu ilmu Sosial Politik.
Dengan bermodal ilmu ilmu pengetahuan yang tidak sedikit itu, di tambah denganbeliau aktif di dalam organisasi politik Syareat Islam di bawah pimpinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Pemikiran pemikiran Tjokroaminoto banyak mempengaruhi pemikiran dan sikap serta tindakan Kartosuwiryo.
Maka setahun kemudian beliau di keluarkan dari sekolah karena di tuduh menjadi seorang aktivis politik, dan didapati memiliki sejumlah buku buku sosialis dan komunis yang di peroleh dari pamannya yaitu Marko Kartodikromo, seorang wartawan dan sastrawan yang cukup terkenal di zamannya. Sekolah tempat beliau menimba ilmu tidak berani menuduhnya karena ‘ terasuki ‘ ilmu ilmu Islam, melainkan di tuduh “ Komunis “ karena ideology ini sering di pandang sebagai ideology yang akan membahayakan. Padahal ideology Islamlah yang sangat berbahaya bagi para penguasa yang dholim.
Sehingga tidaklah mengherankan jika Kartosuwiryo nantinya tumbuh menjadi seorang yang memiliki kesadaran politik sekaligus memiliki integritas keIslaman yang tinggi. Beliau seorang ulama’ besar, bahkan kalau kita baca tulisan tulisannya, kita pasti akan mengakuinya sebagai seorang ulama’ terbesar di Asia Tenggara.

  Aktivitas Kartosoewirjo

Semenjak tahun 1923, dia sudah aktif dalam gerakan kepemudaan, diantaranya gerakan pemuda Jong Java. Kemudian di tahun 1925, ketika anggota anggota Jong Java lebih mengutaman cita cita keIslamannya mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB ). Kartosuwiryopun pindah keorganisasi ini karena sikap kepemihakannya pada agamanya. Melalui dua organisasi inilah kemudian menjadi salah satu pelaku sejarah gerakan pemuda yang sangat terkenal, “ Sumpah Pemuda “ selain bertugas sebagai sekretaris umum PSIHT ( ( Partij Sjarikat Islam Hindia Timur ), Kartosuwiryo pun bekerja sebagai wartawan di Koran harian Fadjar Asia. Semula beliau bekerja sebagai korektor, kemudian diangkat menjadi reporter.
Pada tahun 1929, pada usianya yang relative masih muda ( 22 tahun ) Kartosuwiryo telah menjadi Redaktur di harian Fadjar Asia. Dalam kapasitasnya sebagai redaktur, mulailah ia menerbitkan berbagai artikel yang isinya banyak sekali kritikan kritikan, baik itu pada penguasa pribumi maupun pada penguasa Hindia Belanda.
Ketika dalam perjalanan tugasnya itu beliau pergi  di Malangbong. Di sana beliau bertemu dengan pemimpin PSIHT setempat yang terkenal dengan nama Ajengan Ardiwisastera. Disana pulalah beliau bertemu dan berkenalan dengan Siti Dewi Kalsum putri Ajengan Adiwisastera, yang kemudian dinikahinya pada bulan April 1929.
Perkawinan yang sakinah inilah beliau di karuniai dua belas anak, tiga yang terakhir lahir di hutan hutan belantara Jawa Barat.
Karena begitu terkenalnya beliau sehingga beliau menjadi seorang aktor intelektual dalam kancah pergerakan Nasional.

Pada tahun 1943, ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Kartosuwiryo kembali aktif di bidang politik yang sempat terhenti beberapa saat. Dia masuk kedalam organisasi kesejahteraan dari MIAI ( Madjlis Islam ‘Alaa Indonesia ) di bawah pimpinan Wondoamiseno, yang sekaligus menjadi sekretaris dalam majelis Baitul-Mal pada organisasi tersebut.
Dalam masa pendudukan Jepang ini, beliaupun memfungsikan kembali lembaga suffah yang pernah di bentuknya. Namun kali ini lebih memberikan pendidikan kemiliteran, karena saat itu Jepang telah membuka pendidikan kemiliterannya. Yang kemudian siswanya mendapat pendidikan kemiliteran di institute Suffah itu, dan akhirnya memasuki salah satu organisasi gerilya Islam yang utama sudah perang, Hizbullah dan Sabilillah, yang nantinya menjadi inti Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat.
Pada bulan Agustus 1945 menjelang berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia, Kartosuwiryo yang di sertai tentara Hizbullah berada di Jakarta. Beliau juga telah mengetahui kekalahan Jepang dari Sekutu, bahkan ia mempunyai rencana : kinilah saatnya rakyat Indonesia, khususnya Ummat Islam, merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah.
Sesungguhnya beliau telah memproklamirkan kemerdekaan pada bulan Agustus 1945. Namun proklamasinya di tarik kembali setelah ada pernyataan kemerdekaan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.
Untuk sementara waktu beliau tetap loyal kepada Repulik dan menerima dasar “ Sekuler-nya “.

Akan tetapi sejak kemerdekaan RI di proklamasikan ( 17 Agustus 1945 ), kaum Nasionalis sekulerlah yang memegang tampuk kepemimpinan Negara dan berusaha menerapkan prinsip prinsip kenegaraan modern yang sekuler.
Semenjak itu, kalangan Islamis tersingkir secara sistematis dan hingga akhir tahun 40-an kalangan Islam berada di luar Negara.
Dari sinilah di mulai pertentangan yang serius antara kalangan sekuler nasionalis dan kalangan Islam. Karena kaum nasionalis sekuler mulai secara efektif memegang kekuasaan Negara, maka pertentangan ini untuk selanjutnya dapat di sebut sebagai pertentangan antara Islam dan Negara.
Situasi yang kacau akibat agresi militer Belanda yang kedua, ditambah lagi dengan ditanda tanganinya perjanjian Renvile antara Pemerintah Republik dengan Belanda.
Dimana isi perjanjian tersebut berisi antara lain gencatan senjata dan pengakuan garis demarkasi Van Mook. Untuk sementara pemerintah RI harus mengakui kekuasaan Belanda atas Indonesia, maka menjadi pil pahit bagi Republik.
Tempat tempat penting yang strategis bagi pasukannya di daerah daerah yang dikuasai pasukan Belanda harus dikosongkan, dan semua pasukan harus di tarik mundur ( atau “Kabur”dalam istilah orang orang DI ) ke Jawa Tengah.
Karena persetujuan ini, tentara Republik resmi dalam Jawa Barat, sehingga Divisi siliwangi ( nama pasukan RI waktu itu ) terpaksa mematuhi ketentuan ketentuan tersebut.
Akan tetapi Soekarno memaknai “ kaburnya “ TNI ini dengan memakai istilah Islam yaitu “ Hijrah “. Padahal dengan memakai sebutan tersebut Soekarno hendak menipu jutaan Ummat Islam. Berbeda dengan pasukan Hizbullah dan Sabilillah ( bagian terbesar dari gerilyawan Jawa Barat ) menolak untuk mematuhinya. Karena pasukan Hizbullah dan Sabilillah lebih tau apa makna dari “ Hijrah “ yang di katakana Soekarno itu.

Pada tahun 1949 Indonesia mengalami peta perubahan politik besar besaran. Pada saat Jawa Barat mengalami kekosongan kekuasaan, maka ketika itu terjadilah sebuah Proklamasi Negara Islam di Nusantara, sebuah negri al Jumhuriah Indonesia yang kelak di harapkan menjadi atau lebih banyak di kenal dengan sebutan ad Daulatul Islamiyah atau Darul Islam atau Negara Islam Indonesia atau yang lebih popular di telinga orang awam dengan sebutan DI/ TII.
DI/TII di dalam sejarah Indonesia sering di sebut oleh para pengamat yang fobi ( takut  dengan Negara Islam ) sebagai “ Islam muncul dalam wajah yang tegang “. Bahkan peristiwa ini telah di manipulasi oleh penguasa sekuler waktu itu sebagai sebuah peristiwa “ Pemberontakan “. Kalaupun peristiwa itu di katakana sebagai sebuah pemberontakan, maka ia bukanlah sebuah pemberontakan biasa.
Karena ia merupakan sebuah perjuangan yang murni anti-kedzaliman yang terbesar di dunia di awal abad 20-an.

“ sejarah mencatat, Kartosuwiryo bukan sekedar seorang mujahid, tetapi juga seorang yang berjasa besar terhadap negri ini. Yang dalam keadaan di serang musuh, Kartosuwiryo dengan pasukan Hizbullah dan Sabilillahnya justru berada di barisan depan untuk mempertahankan negri ini, di saat yang lain mundur ( dihinakan dengan perjanjian Renvile ) .”
Di katakana sebuah “ pemberontakan “ bersenjata yang sempat menguras habis logistik angkatan perang Republik Indonesia dan ini bukanlah sebuah pemberontakan yang kecil, bukan pula sebuah pemberontakan yang bersifat regional, juga bukan pula sebuah pemberontakan karena sakit hati atau kekecewaan karena politik, akan tetapi karena sebuah “ cita cita “, sebuah “ mimpi “ yang diilhami oleh ajaran ajaran Islam yang lurus.
Sehingga pada akhirnya Allah mencukupkan perjuangan Kartosuwiryo yang panjang di negri ini selama 13 tahun setelah Kasrtosuwiryo sendiri tertangkap.
Pengadilan pada tanggal 16 Agustus 1962, menyatakan bahwa perjuangan Kartosuwiryo yang ikhlas dalam menegakkan Negara Islam Indonesia itu di nyatakan sebagai sebuah “ Pemberontakan .”
Hukuman mati kemudian di berikan kepada seorang mujahid Kartosuwirjo .

Tentang kisah wafatnya Kartosuwiryo ternyata Soekarno dan A.H. Nasution cukup menyadari bahwa Kartosuwiryo adalah sebuah tokoh besar yang bahkan jika wafatpun akan terus dirindukan oleh Ummat. Maka mereka dengan segala konspirasinya, didukung Umar Wirahadi Kusuma,berusaha menyembunyikan rencana jahat mereka ketika mengeksekusi Imam Negara Islam ini.
Sekalipun jasad beliau tidak di ketahui di mana kuburnya berada karena alasan alasan tertentu dari pemerintah Soekarno, akan tetapi jiwa dan perjuangannya akan tetap hidup sepanjang masa.
Ingatlah firman Allah:
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”. ( QS: Ali Imran 54 )
Dan firman Allah :
“Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.” ( QS: An Naml 50 )
Tidak berselang lama setelah Sang Mujahid di hukum mati oleh penguasa sekuler dengan menutupi fakta fakta,maka selang 3 tahun bangsa ini di buat gempar dengan adanya gerakan 30 September 1965. Itulah hadiah dari Allah atas bangsa yang tidak tau berterima kasih atas nikmat Allah ( Kemerdekaan ).
Sejarah akan terus berulang, kejadian akan terus berulang ulang, Cuma yang membedakan hanyalah para aktornya dan tempatnya saja yang berbeda, hal tersebut sebagai bahan pelajaran bagi orang yang berakal.

Kartosuwirjo pulalah yang telah meletakkan pondasi dasar berdirinya TNI. Sebuah prestasi yang tidak akan mudah terlupakan begitu saja oleh sejarah. Siapapun yang jujur ia akan mengatakan, “ Kartosuwirjo memang seorang Mujahid, Ulama’, dan seorang Negarawan Founding Father Indonesia


Share this video :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Re-Designing Website | Abu Salwa
Copyright © 2015. Pojok Islamiyah - All Rights Reserved
Template Re-Designed by Abu Salwa Published by Pojok Islamiyah
Proudly powered by Blogger