MENGGALI SIFAT AHLUL BADAR
D
itengah hiruk pikuknya dunia yang di dominasi oleh isme – isme (
paham / ideologi ) materialistik, individualistik, hedonisme,
sekuleristik, liberalisme, dan beragam sekutunya, rasanya kita sulit
menjumpai praktek itsar ( mengutamakan kepentingan orang lain dari
pada kepentingan dirinya sendiri ) di tengah tengah masyarakat.
Satu
masyarakat tidak akan jadi baik jika di dalam masyarakat tersebut
tidak ada sifat itsar, bahkan di kalangan kaum muslimin, terlebih
lagi pada para pegiat amal islaminya masih sulit untuk bersikap itsar
meskipun terkadang tuntutan itsar sudah ada di depan mata. Wal’iyadzu
billah.
Ibarat
satu penyakit, kelangkaan akan sifat itsar telah menjadi satu wabah
yang mendekati kronis. Tanpa pandang bulu, penyakit ini menyebar di
seluruh lapisan masyarakat. Tak terkecuali mereka yang seharusnya
mewarisi satu “ gen kemulyaan “ orang – orang mulia yang hidup
di satu qurun yang mulia. Padahal seharusnya kaum muslimin mewarisi
gen ini dari para pendahulunya, walau bagaimanapun keadaannya,
dominan maupun resesif. Akan tetapi karena pekatnya kabut jahiliyah
modern sehingga menyebabkan semakin kaburnya akan kebatilan dan
kebenaran, dan kemulyaan dan kehinaan. Nilai nilai syar’I di hujat,
sebaliknya produk produk nafsu dan akal di bela manusia habis
habisan. Sehingga berakibat hati menjadi terpuruk lemah dalam
kesendirian dan keterasigan di tengah tengah keramaian jahiliyah
modern. Inilah fakta di lapangan yang banyak terjadi hari ini.
Akankah hati kita, kita biarkan mati secara perlahan – lahan karena
sikap keegoisan kita dan ketidak pedulian kita? Padahal Rosulullah
Muhammad Saw telah mengingatkan:
“ Barangsiapa
yang tidak peduli / perhatian dengan urusan kaum muslimin, maka ia
tidak termasuk golongan mereka. “ ( HR. Ath Thabarani )
Dalam
hidup berkelompok ( fitroh manusia ), sejatinya para pegiat amal
islami yang bersungguh – sungguh tengah menghimpun satu kekuatan
ummat dalam rangka mempersiapkan kekuatan yang di syareatkan Allah
lewat Rosul-Nya demi mengembalikan Izzul Islam wal muslimin.
Yang
harus di sadari oleh para pegiat amal islami, memang di tuntut untuk
memulai pewarisan nilai – nilai yang menopang kekuatan dan
kebangkitan ummat ini lebih dari yang lainnya, baik itu para
lelakinya maupun wanitanya. Sehingga dirinya ( para pegiat amal
Islami laki – laki maupun perempuannya ) menjadi pionir pionir yang
berada di garis terdepan dalam hal ilmu dan amal, dalam hal aqidah
dan akhlaqnya, kekuatan hujjah dan amal ibadahnya, amar ma’ruf dan
nahyi munkarnya, serta keteladanan di berbagai sisi kehidupan yang
selayaknya terlahir dari satu proses pentarbiahan yang panjang (
menumbuhkan kesadaran untuk merealisasikan ilmu dan amal dalam
kehidupan sehari hari ).
Ya !
Salah satu karakter mulia Ummat yang dari hari kehari semakin
tertutupi debu debu jahiliyah modern adalah sifat ITSAR.
Sifat
itsar inilah yang menjadi puncak kekuatan ukhuwah Islamiyah, yang
sulit di daki oleh jiwa jiwa yang lemah lagi kering. Begitu pula
dengan para pegiat amal Islaminya yang terkumpul dalam satu wadah
organisasi akan menjadi kaku dan k eras jika tanpa karekter itsar
dalam diri setiap pribadi – pribadi para pegiat amal islami itu
sendiri. Jadinya adalah satu oraganisasi yang bergerak seperti mesin
tanpa rasa dan makna.
Tidak
ada simpul – simpul yang menyatukan satu pegiat amal Islami ( yang
satu aqidah, satu visi dan misi ) dengan pegiat amal islami yang
lainnya, tidak menghidupkan, menginspirasi pegiat amal islami yang
satu dengan yang lainnya, apalagi menjadi sember kekuatan ummat
secara umum. Bagaimana kekuatan itu akan terlahir dari rahim jama’ah
atau komunitas ( walaupun satu aqidah, satu visi dan misi ) yang
anggotanya tercerai berai dan saling tidak peduli satu dengan yang
lainnya ?. Jujurlah, barangkali para pegiat amal islami mengalami
situasi seperti ini, seolah – olah ada jarak yang mungkin tak
terkatakan satu dengan yang lainnya.
Dengan
kelembutan sifat itsar, akan menjadi satu perekat yang akan
mendekatkan jarak yang membentang antara hati – hati kaum muslimin,
mengokohkan shof ( barisan ) jama’ah atau komunitas yang unik dan
menjadi solusi bagi segenap permasalahan hidup yang sensitif bagi
para pegiat amal islami. Sebagaimana kekuatan para Ahlul Badar di
Madinah al – Munawaroh yang salah satunya di topang oleh kelembutan
sifat itsar yang hebat dan menakjubkan.
Karakter
Pewaris Nabi
Dalam
QS. At – Taubah (9) / 128, Allah Azza wajalla menggambarkan
karakter dari Rosulullah Saw yang mudah untuk berempati pada
pederitaan orang lain, senantiasa menginginkan kebaikan bagi orang
lain dan santun, pengasih dan penyayang kepada sesama mukmin. Dan
demikianlah seharusnya karakter seorang mukmin seluruhnya. Allah
Tabaroka wata’ala berfirman yang artinya :
“Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin. “ ( QS: 9/128 )
Sedangkan
di sisi yang lain, Pribadi Rosulullah Saw yang peka dan lembut ini (
itsar ) juga memiliki sifat yang keras lagi tegas dalam hal kebenaran
yang Allah syareatkan pada diri beliau Saw. Dua karakter ini yang
beliau ( Rosulullah Saw ) wariskan kepada Ummatnya yang siap
melanjutkan tongkat estafet yaitu beban iqomatuddien di muka bumi.
Allah Azza Wajalla berfirman dalam QS: Al – Fath 29, yang artinya :
“ Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia
Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu
menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang shaleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar. “ ( QS: 48/29 )
Sebuah
karakter yang unik, menyatu dan menjadi satu identritas bagi para
pribadi seorang mukmin pegiat amal islami. Dua karakter unik ini (
itasar dan tegas dalam hal kebenaran ) haruslah di hayati betul betul
maknanya atas setiap pribadi mukmin pegiat amal islami, bahwa hal
tersebut satu perintah Allah yang tidak dapat di tawar – tawar jika
dirinya telah beriltizam untuk beriqomatuddien. Karenanya jika tidak,
maka amal yang akan di kerjakannya menjadi kebiasaan yang semu dan
tanpa ruh yang memberikan makna. Mudah tercabut manakala akarnya
tiodak kokoh menghunjam kedalam tanah ( lubuk hati yang paling dalam
). Sekali peduli, namun di lain waktu seolah olah tidak tau menau.
Sekali hebat , namun berkali – kali lemah semangat dan melambat (
terjangkiti penyakit futur ).
Dalam
dunia pendidikan modern, gaung pendidikan berbasis karakter mungkin
sering kita dengar. Meskipun jauh sebelum isu tersebut di gulirkan,
Rosulullah Saw telah berhasil membina satu generasi yang berkarakter
( berakhlaq ) yang tiada bandingnya hingga saat ini. Kemulyaan mereka
( generasi sahabat r.a ) tidak bertahta diatas kepandaian akal
mereka, kekayaan maupun kekuasaan, akan tetapi memancar dari
keindahan akhlaq yang bersumber dari kekuatan iman dan kuatnya aqidah
yang tertancap di dalam hati – hati mereka. Kesadaran untuk
menerima perintah Allah dan Rosul-Nya baik dalam keadaan lapang
maupun sempit. Sampai Allah mengabadikan gambaran keindahan akhlaq
mereka yang bersumber dari kekuatan iman dalam Al Qur’an Surat
Ibrahim 24 – 25, yang artinya :
“ Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke langit, pohon
itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.
Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka
selalu ingat. “ ( QS: 14/ 24 – 25 )
Kekuatan
iman dan aqidah inilah sumber mata airnya, sumber mata air yang tak
henti hentinya mengalirkan setiap amal sholeh serta keindahan dan
kemulyaan akhlaq seorang mukmin. Sehingga wajar kiranya jika
Rosulullah Saw menekankan tentang pembinaan aqidah diawal bi’tsahnya,
walaupun dalam haditsnya beliau di utus hanyalah diutus untuk
menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Sayyid
Quthb dalam tafsir Fie Dzilalil Qur’annya menjelaskan hal ini:
“ sesungguhnya
ikatan fitrah manusia adalah ikatan aqidah. Kalau ikatan pertama ini
tidak ada, maka ia tidak ada lagi menghiraukan akhlaq, pendidikan
atau kemslahatan masyarakat.
Selama kunci fitrah ini tidak terbuka, maka terowongan –
terowongannya akan senantiasa tertutup dan jalannya melingkar –
lingkar. Oleh karena itu manhaj ( konsep ) Islam tidak mengobati
kehinaan – kehinaan dan penyelewengan jahiliyah langsung di mulai
dari perbuatan tersebut, akan tetapi dimulai dari menguatkan
penyadaran aqidah, yaitu mengenalkan manusia kepada Rabbnya yang
sebenarnya, menyadarkan mereka sebagai hamba-Nya dan untuk menjadikan
mereka tunduk dan patuh atas hokum dan kekuasaan Allah semata.
Setelah mereka beriltislam / mengikrarkan dua kalimat syahadat (
menyerahkan diri untuk tunduk dan patuh ) dan tidak ada lagi sifat
pembangkangan dalam diri mereka, barulah Rosulullah Saw menyampasikan
perintah dan larangan Allah. “ ( Tafsir Fie Dzilalil Qur’an jilid
III hal 323 )
Oleh
karena itu, seharusnya setiap perkumpulan, organisasi atau jama’ah
apapun namanya dan di manapun tempatnya ( yang di dalamnya terkumpul
para pegiat amal islami yang ikhlas ) memprioritaskan tentang masalah
ini sehingga dengan sendirinya dapat mengobati dan menterapi sifat –
sifat buruk yang menjangkiti para anggotanya, serta menumbuh
kembangkan akan sifat – sifat kemulyaan dalam setiap pribadi –
pribadinya. Walhasil, terbentuk pribadi – pribadi yang berhiaskan
akhlaq yang mulia dan saling topang menopang satu dengan yang
lainnya, bersama sama mendaki puncak ukhuwah islamiyah yang tertinggi
setapak demi setapak secara terus menerus, saling melengkapi dan
mengisi kekurangan masing masing ( karena fitroh manusia adalah tak
luput dari kesalahan dan lemah ), saling tolong menolong dalam
memikul beban Iqomatuddien dan menyandarkan urusan seluruh hanya
kepada Alah semata ( membulatkan tawakal setelah berikhtiar dengan
serius ).
Jadi,
perintah iqomatuddien adalah satu perintah Allah yang berat dan harus
di pikulkan di atas setiap pundak orang orang mukmin. Beban berat
tersebut akan jadi ringan manakala di pikul secara bersama sama atas
setiap mukmin pegiat amal islami yang ikhlas. Kesadaran untuk memikul
beban secara bersama – sama itu akan tumbuh manakala sifat itsar
tumbuh subur di setiap pribadi – pribadi para pegiat amal islami.
Sedangkan sifat itsar itu tidak akan tumbuh subur manakala kekuatan
iman dan aqidah tidak tertancap kuat di dalam hati para pegiat amal
islaminya.
Marilah
kita perbaharui selalu keimanan kita kepada Allah dan Rosul-Nya, kita
perbaharui keikhlasan kita di setiap akan beramal dan kita rajut
kepekaan benang – benang itsar setapak demi setapak ( pelan tapi
pasti ) hingga ajal menghampiri kita. Ketahuilah Allah tidak menuntut
hasil, akan tetapi yang Allah tuntut adalah bagaimana kesungguhan
kita untuk menetapi al Haq sesuai syar’inya, adapun hasil itu
urusan Allah dan segala sesuatu itu ada prosesnya ( tidak seperti
membalik telapak tangan ).
Wal’iyadzu
billah.
0 komentar:
Posting Komentar